Literature Review Jurnal

 1.              1.     Penulis Jurnal           : Lingga Julinafta, Retno Purwani Sari

Judul Jurnal              : ONOMATOPE DALAM KOMIK DIGITAL “MILES MORALES: SPIDER-MAN 2019”

Halaman Jurnal        : 1- 14

Tujuan

Penelitian ini mengkaji bentuk dan makna onomatope pada komik digital "Miles Morales: Spider-Man 2019" karya Saladin Ahmed di website https://readcomicsfree.com. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan makna berdasarkan relevansi bentuk onomatope dan gambar yang diyakini memiliki ketergantungan. Teori relevansi gagasan Sperber dan Wilson (1986) dimanfaatkan untuk memahami makna berdasarkan relevansi antara onomatope dan gambar pada panel.

Sementara itu, klasifikasi bentuk onomatope dibuat berdasarkan teori Wijana (2008) serta teori Thomas dan Clara (2004). Data onomatope diambil dari episode #1 halaman 9-23 dan episode #20 halaman 14. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa makna dipahami berdasarkan korelasi antara gambar dan onomatope itu sendiri. Onomatope dapat dikonstruksi oleh satu suku kata (mono silabel), dua suku kata (bisilabel), atau lebih dari dua suku kata (multi silabel). Selanjutnya, berdasarkan cara bunyi dihasilkan, onomatope dikategorikan ke dalam bunyi manusia, bunyi binatang, dan aneka ragam tiruan bunyi. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan guna memahami pesan cerita komik digital secara komprehensif.

Metode

Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian adalah metode ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan maksud tertentu. Metode ilmiah menunjukkan bahwa kegiatan penelitian didasarkan pada karakteristik ilmiah seperti rasionalitas, empirisitas, dan sistematisitas. Metode penelitian kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan untuk menganalisis penelitian dengan cara yang masuk akal, dapat diamati dan dipahami, serta logis untuk diketahui dengan langkah-langkah terukur. Menurut Yuliani (2018), deskriptif kualitatif (QD) adalah metode penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif sederhana dengan alur induktif. Artinya, penelitian deskriptif kualitatif (QD) dimulai dengan proses atau peristiwa penjelasan yang darinya dapat ditarik suatu generalisasi, atau penarikan kesimpulan.

 

Penelitian ini melihat onomatope dalam komik digital Miles Morales: Spider-Man 2019. Penelitian mengidentifikasi onomatope melalui tanda-tanda yang saling berhubungan dengan melihat bentuk kata verbal dan nonverbal melalui visual yang muncul dalam komik sebagai simbol suara (Dingemanse dan Akita, 2019). Karena onomatopoeia berkaitan dengan bagaimana pembentukannya, bentuk onomatope ini dibahas dengan menggunakan pendekatan morfologi. Dalam komik digital, onomatope tidak hanya menyampaikan bahasa lisan dalam bentuk huruf visual yang dapat dibaca, tetapi juga karakter, perasaan, volume, kecepatan suara, dramatisasi, dan emosi dengan menghubungkan tanda-tanda di sekitarnya, dan pendekatan semantik diberikan pada selanjutnya.

 

Hasil Penelittian

Pembahasan analisis onomatope diwakili oleh lima data beragam. Tindakan ini dimungkinkan karena lima data ini telah mewakili seluruh fenomena pemanfaatan onomatope pada komik digital yang menjadi sumber data penelitian. Onomatope bunyi binatang, merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh binatang. Bunyi yang ditirukan, berupa kegiatan binatang maupun suara binatang itu sendiri. Secara morfologis, onomatope “KREEEEEET” pada Gambar 1 dikategorikan ke dalam onomatope yang memiliki satu suku kata (monosilabel). Onomatope ini secara semantis dimaknai berdasarkan bunyi yang dihasilkan oleh elang. Oleh sebab itu, onomatope tersebut diklasifikasikan ke dalam onomatope bunyi binatang.

 

“KREEEEEEK” disampaikan melalui keterkaitan onomatope tersebut dengan visual karakter Elang pada Gambar 2. Keterkaitan tersebut melibatkan elang pada komik yang berkomunikasi ketika hendak datang ke hadapan Spiderman dan Amulet yang dianggapnya sebagai musuh, dengan penggambaran visual elang yang sedang merebahkan sayapnya artinya pada posisi tersebut elang tengah terbang di udara dan menemukan karakter Spiderman dan Amulet.

 

Kesimpulan

ada komik Miles Morales: Spider-Man 2019 episode #1 halaman 9-23 dan episode #20 halaman 14, onomatope aneka ragam tiruan bunyi dominan muncul pada panel. Dominan pada onomatope tersebut dikarenakan komik yang dikaji merupakan komik super hero. Komik super hero relatif menunjukkan banyak gerakan aksi dari sebuah karakter dalam bernarasi.

 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan bentuk dan makna berdasarkan verbal dan non-verbal, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

1. Onomatope pada komik digital Miles Morales: Spider-Man 2019, memiliki tiga kategori bentuk silabelnya dan klasifikasi tiruan bunyi yang dihasilkan dari empat klasifikasi onomatope. Onomatope yang ada pada episode #1 halaman 9-23 dan episode #20 halaman 14 ditemukan sebanyak 22 data dan diwakilkan dengan lima contoh analisis.

 

2.Makna onomatope yang terkait pada komik digital Miles Morales: Spider-Man 2019, dapat diuraikan dengan makna pragmatis teori relevansi, dengan menghubungkan onomatope yang muncul pada panel komik digital. Sehingga dapat mengetahui maksud dari kemunculan onomatope pada setiap panelnya, sebagai pesan dari narasi komik untuk memahami alur cerita pada komik.

 

2.     Penulis Jurnal           : Illona Zamia Lusaka

Judul Jurnal              : Analisis Karakter pada Karakter Utama Anime Demon Slayer: Kimetsu No Yaiba

Halaman Jurnal        : 1- 36

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui unsur-unsur visual desain karakter-karakter utama dari Anime Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba

2. Untuk menjelaskan makna visual desain karakter-karakter utama dari Anime Demon Slayer: Kimetsu No Yaiba melalui semiotika Roland Barthes

 

Metode

Penelitian ini melihat semiotika dalam anime  Demon Slayer. Penelitian mengidentifikasi semiotika melalui tanda-tanda yang saling berhubungan dengan melihat bentuk kata verbal dan nonverbal melalui visual yang muncul dalam anime sebagai simbol. Semiotika ini  tidak hanya menyampaikan bahasa lisan dalam bentuk huruf visual yang dapat dibaca, tetapi juga karakter, perasaan, volume, kecepatan suara, dramatisasi, dan emosi dengan menghubungkan tanda-tanda di sekitarnya, dan pendekatan semantik diberikan pada selanjutnya.

 

Hasil Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk menjelaskan makna apa saja yang terkandung dalam objek penelitian ini, yaitu keempat karakter utama dalam anime Demon Slayer: Kimetsu No Yaiba, dengan menganalisis menggunakan Semiotika Roland Barthes melalui denotatif dan konotatif. Jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan gabungan penelitian deskriptif dan kualitatif. Jenis penelitian ini menghasilkan data apa adanya tanpa proses manipulasi atau perlakuan lain.

 

Hasil penelitian ini akan dipaparkan secara deskriptif. Dalam penelitian ini tidak meneliti setiap scene dalam anime tersebut, melainkan hanya penampakan visual dari keempat karakter utama melalui gambar. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

 

Kesimpulan

ketika tanda tersebut bercampur dengan perasaan atau emosi. Meskipun makna denotasi dan konotasi ini memiliki perbedaan, tetapi seringkali orang tidak menyadari perbedaan tersebut, sehingga membutuhkan analisis semiotika untuk menyelidikinya.

 

3.     Penulis Jurnal           : Arief Wicaksono, Drs. Buddy Riyanto, M.Si, Andri Astuti Itasari, S.Sos,.M.I.Kom

Judul Jurnal              : MAKNA ADEGAN KEKERASAN PADA ANIME VINLAND SAGA SEASON 1 (ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)

Halaman Jurnal        : 1- 11

Tujuan

Anime Vinland Saga merupakan salah satu karya animasi yang dikenal dengan penceritaan yang kompleks dan adegan kekerasan yang dramatis. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis makna adegan kekerasan yang ada dalam anime Vinland Saga menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan teori semiotika Roland Barthes. Objek penelitian ini adalah adegan kekerasan pada anime Vinland Saga, dengan sumber data primer melalui laman Netflix, dan data sekunder melalui buku, internet, serta jurnal yang relevan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi.

 

Metode

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, artinya makna dari data yang dikumpulkan ditentukan dengan mengamati dan mendokumentasikan sebanyak mungkin aspek dari situasi yang diteliti pada saat itu untuk mendapatkan gambaran besarnya. Penelitian ini menafsirkan dan menggambarkan situasi saat ini (Kriyantono, 2014).

 

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan filosofi post-positivis, digunakan untuk mempelajari kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti berperan sebagai alat utama. Pengambilan sampel sumber data dilakukan dengan teknik yang bertujuan dan kombinasi, serta analisis dilakukan secara induktif. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada signifikansi daripada generalisasi (Sugiyono, 2014).

 

Hasil Penelitian

Thorfinn muda tumbuh besar dengan mendengarkan kisah-kisah para pelaut tua yang telah mengarungi samudra dan mencapai tempat legenda, Vinland. Tempat itu dikatakan hangat dan subur, tempat di mana tidak perlu ada pertempuran - sama sekali tidak seperti desa beku di Islandia tempat dia dilahirkan, dan tentu saja tidak seperti kehidupannya saat ini sebagai tentara bayaran. Perang adalah rumahnya sekarang. Meskipun ayahnya pernah berkata kepadanya, "Kamu tidak punya musuh, tidak ada yang punya. Tidak ada seorang pun yang tidak boleh disakiti," seiring pertumbuhannya, Thorfinn tahu bahwa tidak ada yang lebih jauh dari kebenaran.

 

Pada episode satu menit (23:40–25:08) menunjukkan salah satu budak Halfdan melarikan diri dan melarikan diri ke desa Thorfinn. Halfdan curiga pria itu menuju ke sana dan tiba dengan kapal panjang dengan kepala naga terpasang.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap scene atau babak yang dilakukan, disimpulkan bahwa pada film animasi "Vinland Saga Season 1" yang diproduksi oleh Wit Studio, terdapat berbagai jenis kekerasan yang ditampilkan, seperti kekerasan fisik atau non-verbal dalam peperangan, kekerasan fisik atau non-verbal di luar peperangan, kekerasan lisan atau verbal dalam peperangan, kekerasan lisan atau verbal di luar peperangan, dan kekerasan verbal dan lisan dalam peperangan. Setelah melakukan penelitian menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes terhadap makna adegan kekerasan pada anime "Vinland Saga Season 1", disimpulkan bahwa film animasi ini mengisahkan perjalanan seorang anak kecil bernama Thorfinn yang penuh dengan tantangan, tekad, dan pencarian makna dalam hidupnya setelah kematian ayahnya.

 

Awalnya, perjuangan Thorfinn terfokus pada dendam terhadap pembunuh ayahnya, Askeladd, yang mengarahkannya ke dunia pertempuran dan kekerasan. Namun, perjalanan dan perjuangan Thorfinn tidak sekadar tentang balas dendam, melainkan juga tentang perjalanan pribadi dan pertumbuhannya sebagai individu. Pesan ini tercermin dalam adegan kekerasan yang ada dalam anime Vinland Saga.

 

 

4.     Penulis Jurnal           : Natasya Maghfiratika Riznadya, Hendro Aryanto

Judul Jurnal              : ANALISIS KARAKTER PANGERAN BOJJI DALAM ANIME OUSAMA RANKING

Halaman Jurnal        : 1- 12

Tujuan

Animasi semakin terkenal dari waktu ke waktu, dan Jepang adalah salah satu negara yang terkenal dengan karya animasinya. Salah satu judul anime yang sedang populer saat ini adalah Ousama Ranking. Salah satu karakter terkenal dalam anime tersebut adalah Pangeran Bojji, dengan visualnya yang unik dan unsur Eropa yang kuat menjadi ciri khasnya. Karakter memiliki peran penting dalam sebuah animasi, karena dapat menjadi ciri khas dan membuat cerita menjadi hidup. Dalam penelitian ini, kita akan mengkaji karakter Pangeran Bojji menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes untuk memahami tanda denotasi, konotasi, dan mitos yang terkandung dalam karakter tersebut.

 

Data primer diperoleh dari anime itu sendiri, sedangkan data sekunder berasal dari buku dan jurnal yang relevan dengan topik penelitian. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan tujuan untuk menjelaskan makna visual dari karakter Pangeran Bojji. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian masa depan yang menggunakan pendekatan serupa untuk menganalisis karakter-karakter dalam animasi. Penelitian tentang karakter Pangeran Bojji dalam anime Ousama Ranking akan menyoroti hubungan visual karakter tersebut dengan transisi dari era medieval ke era Renaisans.

 

Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan artikel ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengkaji kondisi alamiah suatu objek, berbeda dengan eksperimen (Sugiono, 2014). Dalam metode ini, peneliti memainkan peran kunci dalam pengumpulan data yang dilakukan secara menyeluruh. Obyek penelitian bersifat alamiah, yang berarti penelitian dilakukan pada kondisi yang ada tanpa adanya manipulasi dari peneliti, sehingga obyek tersebut tetap tidak berubah setelah penelitian selesai. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, studi literatur, dan dokumentasi.

 

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dari observasi langsung terhadap karakter Pangeran Bojji dalam anime Ousama Ranking, yang kemudian direlevansikan dengan fakta-fakta yang ada. Sumber data sekunder meliputi jurnal dan buku yang relevan dengan topik penelitian. Analisis semiotika Roland Barthes digunakan dalam penelitian ini. Metode semiotika dipilih karena diharapkan mampu mengklarifikasi tanda-tanda visual yang ada untuk menemukan hubungan antara tanda-tanda tersebut dengan karakter Pangeran Bojji. Barthes menekankan pentingnya interaksi antara pengguna tanda dengan tanda lainnya untuk menghasilkan makna. Selain meneliti denotatif dan konotatif, penelitian ini juga melibatkan analisis terhadap hubungan secara menyeluruh dengan tanda konotatif, yang memiliki kaitan khusus dengan mitos dan berfungsi sebagai ekspresi serta pembenaran bagi nilai-nilai dominan pada periode tertentu. Konsep mitos merupakan pengembangan dari teori Saussure mengenai hubungan bahasa dengan makna melalui penanda dan petanda. Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis makna tanda denotasi, konotasi, dan mitos yang terdapat pada karakter Pangeran Bojji.

 

Hasil Penelitian

Beludru berwarna hijau telah menjadi pilihan kain yang sering dipakai dalam petualangan Pangeran Bojji. Jubah, yang biasanya terbuat dari beludru atau bahan berbulu, merupakan pakaian yang lazim dikenakan oleh bangsawan pada abad pertengahan dan era medieval. Jubah telah menjadi simbol budaya yang diwariskan secara turun-temurun sejak zaman pertengahan, menjadikannya sebuah lambang tinggi dari kebudayaan. Rapier, sebuah jenis pedang kecil dan tajam yang digunakan untuk menyerang, populer di Eropa antara abad ke-16 dan ke-17. Gagang rapier biasanya dirancang dengan rumit untuk melindungi tangan yang memegangnya, dan desainnya bervariasi di setiap negara.

 

Pada masa Renaissance, ketika ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat di Eropa, manusia mulai fokus pada perbaikan diri melalui pendidikan dan kerja keras. Namun, dalam dunia pendekar pedang, gaya bertarung terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Seni bermain pedang menjadi penting dan dihormati sebagai aspek kultural. Dalam permainan pedang, jubah sering digunakan sebagai atribut yang tidak hanya melindungi dari luka tetapi juga mengalihkan perhatian lawan dan menahan serangan.

 

Pada paruh kedua abad ke-17, gaya berpakaian pria mengalami perubahan dramatis, dan pedang pendek yang ringan mulai digunakan sebagai alternatif rapier yang panjang. Atribut pakaian yang dikenakan oleh Pangeran Bojji mencerminkan gaya tahun 1500-an atau medieval, sementara pedang rapier yang ia pakai lebih identik dengan abad 1600-an hingga awal 1700-an, menunjukkan bahwa Pangeran Bojji berada dalam masa transisi antara era medieval dan renaissance.

 

Kesimpulan

Peran karakter dalam sebuah cerita sangatlah vital karena mereka mampu menghidupkan suasana dan memberikan gambaran yang jelas, seperti yang dilakukan oleh karakter Pangeran Bojji dalam anime Ousama Ranking. Dari segi visual, Pangeran Bojji tergambar sebagai seorang bangsawan yang berasal dari masa transisi antara era medieval dan renaissance. Karakter ini ditunjukkan sebagai sosok yang baik hati dan sederhana, yang tercermin dari ciri-ciri wajahnya hingga psikologi warnanya.

 

Sebagai saran untuk penelitian ini, masih terdapat banyak kekurangan dan pembahasan yang dapat dieksplorasi lebih lanjut dalam konteks anime ini. Harapannya, penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya yang ingin mengkaji analisis visual karakter menggunakan metode penelitian yang serupa.

 

5.     Penulis Jurnal           : Jaka Atmaja, Amir, Teguh Tri Susanto, Khairul Rizal, Nuralam

Judul Jurnal              : Representasi Hero Dalam Film Gundala: Analisis Semiotika Roland Barthes

Halaman Jurnal        : 1- 11

Tujuan

Dalam penelitian ini, peneliti akan memusatkan perhatian pada representasi seorang pahlawan yang tergambar dalam film Gundala, yang diwakili oleh tokoh bernama Sancaka. Beberapa adegan dalam film akan digunakan untuk mendukung analisis yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang relevan. Gundala dipilih sebagai objek penelitian karena kisahnya diadaptasi dari komik era 1969, sehingga perubahan konteks dan konten dari era tersebut hingga tahun 2019 menjadi subjek penelitian yang menarik. Pendekatan yang digunakan adalah analisis representasi pahlawan dalam film Gundala melalui lensa Semiotika Roland Barthes, dengan fokus pada makna tanda-tanda dalam teks film.

 

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan menggunakan model semiologi Barthes untuk menganalisis data melalui dua tahap signifikasi: denotasi, konotasi, dan mitos. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diambil adalah sebagai berikut: Secara denotatif, Sancaka (Gundala) digambarkan sebagai seorang pahlawan yang memainkan peran penting dalam membantu pedagang di pasar dan melindungi yang lemah. Secara konotatif, Sancaka (Gundala) digambarkan sebagai sosok petarung yang kuat yang diberi kekuatan petir. Secara mitos, sosok pahlawan ini identik dengan aksi superhero-nya, dengan karakter sederhana namun baik serta melindungi masyarakat yang tertindas.

 

Metode

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini membahas tentang representasi pahlawan dalam film Gundala, yang dianalisis melalui lensa Semiotika Roland Barthes dengan memperhatikan makna dari tanda-tanda dalam teks film tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Kirk dan Miller (1986), yang mengacu pada pengamatan manusia dalam bidangnya dan menggunakan latar belakang ilmiah untuk menafsirkan fenomena yang terjadi.

 

Menurut Denzin dan Lincoln, penelitian kualitatif adalah upaya untuk memahami implikasi orang terhadap fenomena sosial dengan menggunakan metode observasi dan interpretasi. Proses penelitian dimulai dengan pengamatan dan gejala, di mana teori digunakan untuk membuat generalisasi abstrak melalui proses induksi. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konstruksi Realitas Sosial oleh Berger dan Luckmann, yang mengadopsi pendekatan paradigma konstruktivisme.

 

Dalam analisisnya, Barthes menggunakan konsep semiotika untuk memahami bagaimana manusia menggunakan tanda-tanda untuk berkomunikasi dan mewakili sistem simbol yang terstruktur. Barthes membedakan antara dua tingkat pemahaman semiotika: denotasi dan konotasi. Denotasi adalah makna deskriptif dan literal yang disepakati oleh semua anggota budaya, sedangkan konotasi melibatkan hubungan antara tanda-tanda dengan keyakinan, perilaku, dan struktur sosial dalam budaya tersebut. Semiotika, menurut Barthes, berusaha untuk memahami bagaimana tanda-tanda digunakan dalam komunikasi dan merepresentasikan sistem simbol yang terstruktur.

 

Hasil Penelitian

Film Gundala mengisahkan tentang Sancaka (Muzakki Ramdhan), seorang anak laki-laki dari keluarga karyawan pabrik rendahan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun memiliki keahlian dalam memperbaiki barang-barang elektronik, Sancaka takut dengan petir dan badai yang sering menghantui. Ayahnya, seorang karyawan pabrik, memimpin protes untuk menuntut kenaikan gaji, namun protes tersebut berakhir tragis ketika ayah Sancaka dikhianati dan ditusuk dari belakang oleh sesama pekerja yang telah disuap oleh pemilik pabrik. Sancaka sendiri disambar petir saat hujan lebat, dan kemudian hidup keras di jalanan setelah kehilangan kedua orang tuanya.

 

Di jalanan, Sancaka hampir tewas dalam serangan sekelompok anak jalanan, namun diselamatkan oleh Awang, seorang senior di jalanan yang mengajarkan ilmu bela diri padanya. Awang menasihati Sancaka untuk tidak mencampuri urusan orang lain jika ingin hidup aman. Mereka berencana pergi ke arah Tenggara dengan kereta api yang lewat sekali setahun, tetapi saat kereta itu lewat, Sancaka tidak berhasil naik dan ditinggalkan sendirian lagi.

 

Kesimpulan

Film GUNDALA merupakan sebuah produksi dari Bumilangit Studios & Screenplay Films yang mengusung genre aksi drama, dan menggambarkan kehidupan sosial Sancaka di sebuah pemukiman padat dan pasar. Sosok Gundala menjadi tokoh pahlawan dalam cerita ini. Setelah melakukan studi pustaka dan analisis data terhadap film GUNDALA, ditemukan tanda-tanda yang merepresentasikan makna sosok pahlawan.

 

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

 

1. Secara denotasi, Sancaka (Gundala) digambarkan sebagai seorang pahlawan yang memainkan peran penting dalam menolong pedagang di pasar dan melindungi yang lemah. Penelitian menggunakan tanda-tanda sosial yang mencolok, seperti teknik kamera, pencahayaan, dan musik, serta tanda-tanda naratif dan dialog sosok Gundala yang mendukung citra positifnya.

 

2. Secara konotasi, Sancaka (Gundala) digambarkan sebagai sosok petarung yang kuat dengan kekuatan fisik yang diperoleh dari petir, serta memiliki pengetahuan mekanik yang memadai. Hal ini menjadikan Gundala sebagai representasi tingkat atas dari film-film Indonesia dengan tema superhero Hollywood.

 

3. Mitos yang dibangun dalam film Gundala melibatkan perspektif tentang Sancaka yang tergambar di tengah masyarakat sebagai seorang pahlawan dengan karakter sederhana namun baik, yang melindungi mereka yang lemah dan tertindas. Misalnya, kemampuannya mengalahkan 30 preman sekaligus.

 

6.     Penulis Jurnal           : Irfan Adhitya Putra, Rocky Prasetyo Jati

Judul Jurnal              : DI BALIK TOPENG: MENGANALISA MAKNA DAN SEMIOTIKA DALAM FILM THE BATMAN

Halaman Jurnal        : 1- 16

Tujuan

Karakter Batman telah menjadi ikon budaya populer di seluruh dunia. Batman memiliki banyak penggemar dari berbagai media, termasuk komik, film, dan animasi. Dalam artikel ilmiah ini, peneliti mengkaji film "The Batman" dengan mendalami simbolisme dan unsur naratif yang menggambarkan perubahan makna karakter Batman. Film ini memperlihatkan transformasi karakter Batman sebagai dampak dari aksi villain The Riddler. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan makna tersebut dengan fokus pada beberapa adegan kunci dalam film "The Batman" karya Matt Reeves. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merujuk pada konsep semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perubahan makna yang terjadi dalam film "The Batman".

 

Awalnya, Batman digambarkan sebagai sosok yang intimidatif dan menimbulkan ketakutan di kalangan warga kota Gotham. Namun, seiring berjalannya cerita, karakter Batman mengalami transformasi menjadi sosok pelindung dan penyelamat bagi kota tersebut. Simbol kelelawar yang selalu dikaitkan dengan Batman juga mengalami perubahan makna, dari menjadi simbol ketakutan menjadi lambang harapan bagi penduduk Gotham. Dengan demikian, film "The Batman" berhasil menggambarkan perubahan karakter dan makna yang signifikan dalam perkembangan ceritanya. Hal ini menunjukkan bagaimana karakter Batman tetap relevan dan mampu menarik perhatian penggemar dari berbagai generasi.

 

Metode

Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes. Pendekatan ini merujuk pada penelitian Aly (2020) yang mengkaji nilai-nilai humanisme dalam film Batman vs Superman: Dawn of Justice, dengan fokus pada konsep humanisme Abraham Maslow dan Hirarki Kebutuhannya. Penelitian ini menarik karena membahas ideologi tentang bagaimana menjadi manusia yang memiliki sifat kemanusiaan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melibatkan studi literatur dan observasi melalui film The Batman (2022).

 

Data yang digunakan bersifat kualitatif, terdiri dari kata-kata dan gambar adegan yang berpotensi untuk mengungkap apa yang diteliti. Data tersebut kemudian dianalisis melalui sejumlah aspek semiotika, seperti ekspresi emosional dalam adegan, ekspresi wajah pemeran, dialog pemeran, musik latar, dan lain sebagainya. Metode ini juga terinspirasi dari penelitian Madhona (2022) yang menganalisis representasi emosional Joker sebagai korban kekerasan dalam film Joker (2019) dengan menggunakan kerangka kerja Ferdinand De Saussure.

 

Hasil Penelitian

Perubahan ekspresi Batman saat ia memandang langit menunjukkan bahwa karakternya telah mengalami perubahan yang signifikan. Ekspresi wajahnya, yang sebelumnya penuh dengan dendam dan ketegangan saat ia berjuang melawan para penjahat, berubah menjadi ekspresi yang penuh kesadaran akan konsekuensi dari tindakannya terhadap kota Gotham. Wajah di balik topengnya tidak lagi mencerminkan keangkuhan, tetapi lebih kepada rasa bersalah atas dampak yang ditimbulkan oleh tindakannya yang tidak mempertimbangkan penderitaan warga Gotham, yang pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan dirinya sendiri. Ekspresi Batman juga mencerminkan pemahamannya bahwa menggunakan ketakutan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan di Gotham tidak menghasilkan hal yang positif. Dengan demikian, perubahan ini mencerminkan tekadnya untuk menggunakan kekuatannya dengan cara yang lebih baik, menjadi harapan bagi kota Gotham.

 

Kesimpulan

Setelah penelitian dilakukan terhadap film The Batman dengan menganalisis perubahan makna dalam beberapa adegan, penonton menjadi akrab dengan citra Batman yang menyeramkan karena mengenakan kostum hitam, muncul dari kegelapan, dan menggunakan kekerasan untuk menolong masyarakat. Namun, pengembangan karakter dalam film ini mengubah ideologi sang vigilante menjadi sosok yang membantu warga Gotham dan memberikan harapan dalam melindungi kota tersebut.

 

Peneliti menemukan lima adegan yang mengalami perubahan makna signifikan dari awal hingga akhir film. Awalnya, kota Gotham digambarkan sebagai tempat yang suram dan dilanda hujan pada malam hari, merefleksikan suasana sedih akibat tingginya tingkat kejahatan. Namun, di akhir film, citra kota Gotham berubah menjadi cerah saat matahari terbit, menunjukkan perubahan dari masa kesedihan menjadi kota yang hidup dan kuat berkat peran Batman sebagai harapan bagi penduduknya. Simbol kelelawar yang awalnya menimbulkan ketakutan pada penjahat berubah menjadi simbol harapan dan perlindungan bagi warga kota Gotham.

 

Perubahan karakter Batman sangat mencolok dalam film ini. Awalnya, ia memiliki sikap intimidatif dan kurang empati terhadap korban. Namun, seiring berjalannya cerita, Batman menjadi lebih dekat dengan korban dan mulai merasakan luka yang dialami oleh warga Gotham. Perubahan ini mengubah cara Batman menjalankan misinya, dari menimbulkan ketakutan menjadi memberikan harapan bagi kota Gotham. Respon korban yang berubah juga menjadi bagian penting dari perubahan makna dalam film ini. Sebelumnya, korban merasa terintimidasi oleh Batman, tetapi akhirnya mereka merasa lebih aman dan berterima kasih kepadanya. Sikap lebih empatik Batman menjadikannya penolong yang diandalkan oleh warga kota Gotham dalam menjaga keamanan mereka.

 

Penelitian ini hanya memfokuskan pada adegan-adegan yang mengalami perubahan makna di dalamnya. Keterbatasan ini memberikan harapan bagi peneliti selanjutnya untuk memeriksa struktur naratif dalam film The Batman secara lebih mendalam. Secara keseluruhan, film The Batman berhasil menggambarkan perubahan dari kesedihan menjadi harapan, dari ketakutan menjadi perlindungan, dan dari sikap intimidatif menjadi lebih empati melalui adegan-adegan yang dipilih dengan teliti dalam narasi film tersebut.

 

7.     Penulis Jurnal           : Vinsensa Audrey Roseline Waluyo, Asidigisianti Surya Patria

Judul Jurnal              : ANALISIS SEMIOTIKA DESAIN KARAKTER SILVERASH PADA GAME ARKNIGHTS

Halaman Jurnal        : 1- 11

Tujuan

Arknights merupakan sebuah game jenis Tower and Defense yang menonjolkan karakter-karakter yang didesain berdasarkan hewan atau makhluk mitologi sebagai daya tariknya. Salah satu karakter yang menonjol dalam game Arknights adalah SilverAsh, yang merupakan personifikasi dari macan tutul salju. SilverAsh tidak hanya menjadi salah satu karakter yang berpengaruh dalam pengembangan jalan cerita Arknights, tetapi juga memiliki referensi mitologi yang terkait dengan kebudayaan tertentu. Macan tutul salju, sebagai hewan langka yang berendemik di Asia Tengah dan selatan, memiliki pengaruh besar dalam cerita mitologi di masyarakatnya. Dalam teori Roland Barthes, terdapat dua tingkat analisis yang digunakan untuk mempelajari suatu objek, yaitu tingkat pertama untuk menelaah tanda dari objek tersebut, dan tingkat kedua untuk menggali lebih dalam makna tanda yang telah diperoleh dari tingkat pertama. Dalam pengkajian ini, desain karakter SilverAsh akan dianalisis dalam dua tingkat tersebut untuk mengungkap konotasi serta mitos yang terkandung dalam desain visual karakter tersebut.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai jenis penelitian yang disajikan dalam bentuk analisis deskriptif dengan tahapan tinjauan desain. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi untuk mengumpulkan data primer, dan studi literatur untuk mengumpulkan data sekunder. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data yang sudah ada. Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data primer yang merupakan data terpenting dalam penelitian ini. Data primer yang digunakan berasal langsung dari obyek penelitian, yaitu gambar aset game Arknights yang dikumpulkan baik dari file game-nya langsung, buku indeks resmi dari pengembang Arknights berjudul ARKKNIGHTS Official Artwoks Vol. 1, maupun melalui situs resmi mereka. Studi literatur merupakan pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur seperti artikel, jurnal, dan literatur lain sebagai sarana pendukung penelitian yang akan berguna sebagai data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, artikel, dan asumsi dari komunitas pemain Arknights.

 

Obyek penelitian ini adalah Enciodas Silverash, atau yang dikenal sebagai SilverAsh, yang merupakan salah satu karakter yang dapat dimainkan pada game Arknights. Sebagai karakter terkuat dalam game Arknights, SilverAsh menjadi populer di kalangan pemain. SilverAsh merupakan personifikasi dari Panthera uncia, atau yang dikenal sebagai macan tutul putih. Sasaran penelitian ini adalah unsur budaya dan mitos pada visual desain karakter SilverAsh yang akan diteliti dengan pendekatan semiotika teori Roland Barthes.

 

Proses analisis desain melalui empat tahap, yaitu deskriptif, analisis formal, interpretasi, dan evaluasi. Tahap deskriptif akan mendeskripsikan detail-detail pada desain karakter SilverAsh, yang akan ditelaah lebih lanjut dalam tahap analisis formal. Analisis formal merupakan tahapan kedua yang bertujuan untuk menelaah unsur formal pada karya desain, seperti warna, gestur, dan prinsip lainnya. Tahap interpretasi akan menafsirkan makna pada karya desain yang diteliti, dalam hal ini desain karakter SilverAsh. Tahap evaluasi adalah tahap terakhir dalam proses pengkajian desain, yang bertujuan untuk menilai karya desain yang telah dikaji dari sudut pandang yang berbeda.

 

Hasil Penelitian

Meskipun terlihat jelas kekentalan referensi budaya yang ada di dataran Tibet, Ryuuzakiichi sebagai Sang Desainer dari karakter SilverAsh dapat mendesain sebuah karakter dengan atribut modern yang masih memperhatikan detail-detail kebudayaan tradisional Tibet. Ini terlihat dari aksesori batu mulia yang menjadi aksen dari keseluruhan pakaian yang dikenakan. Batu mulia tersebut juga menjadi aksen visual karena terlihat kontras dibandingkan dengan warna-warna dominan yang terdapat pada desain SilverAsh, yang didominasi oleh warna putih, abu-abu, dan hitam. Warna-warna dominan tersebut juga mendukung latar belakang cerita dari SilverAsh sendiri, yaitu seorang mantan laksamana perang yang sekarang menjadi seorang CEO dari sebuah perusahaan yang bernama Karlan Trade yang memiliki kepribadian yang tegas, maskulin, dan elegan.

 

Namun tidak hanya itu saja, tetapi gaya berpakaiannya juga memperlihatkan sisi petualangnya yang terlihat jelas dari celana kargo yang ia kenakan, kontras dari pakaian bagian atasnya yang memperlihatkan ia menggunakan kemeja putih lengkap dengan dasi dan rompi. Tidak hanya terlihat secara visual, namun kepribadiannya yang tegas dan bersifat pemimpin juga terlihat pada kemampuannya di dalam game, yaitu setiap tim yang ia pimpin mendapatkan bonus waktu untuk menaruh operator pada arena permainan.

 

Kesimpulan

Desain karakter adalah aspek terpenting pada proses pengembangan komik, animasi, maupun permainan video. Suatu karakter fiksi yang baik merupakan karakter fiksi yang memiliki sifat dan juga konflik yang sama layaknya dengan orang pada umumnya. Pada media yang cenderung menggunakan visual sebagai fokus utama, maka visual karakter yang baik inilah yang mengambil peran penting dalam proses pertimbangan bagus tidaknya suatu karakter oleh audiens dari media tersebut. Seorang desainer karakter dapat memaksimalkan hal ini dengan memperhatikan aspek-aspek visual yang ada, seperti bentuk dan warna. Dengan bentuk dan warna yang terdapat pada suatu karakter, audiens akan lebih mudah untuk membaca karakteristik dari setiap desain karakter.

 

Setiap detail visual pada suatu karakter dapat memberikan maksud tertentu yang dapat ditangkap oleh audiens layaknya jembatan penghubung. Pada tahap ini, desainer dapat menyelipkan kesan realitas pada desain karakter yang mereka buat dengan memasukkan unsur mitos dan budaya yang beredar pada khalayak umum, dengan menambahkan aspek visual serta berbagai macam hal yang merepresentasikan kebudayaan maupun mitos tertentu.

 

Dengan jurnal ini, peneliti tidak hanya bermaksud untuk meneliti lebih jauh tentang desain karakter SilverAsh di Arknights, namun juga meneliti proses kreatif dalam mendesain karakter yang menarik.

 

8.     Penulis Jurnal           : Bebay Hana Balqis

Judul Jurnal              : Tinjauan Visual Semiotika Roland Barthes Pada Karakter Scaramouche dalam Game Genshin Impact

Halaman Jurnal        : 1- 29

Tujuan

Desain karakter adalah representasi visual dari konsep makhluk hidup, lengkap dengan semua atributnya seperti sifat, fisik, profesi, tempat tinggal, jalan cerita, dan takdirnya dalam berbagai bentuk yang beragam. Dalam analisis visual ini, Scaramouche adalah salah satu karakter dalam permainan Mobile Games Genshin Impact, sebuah permainan online Action RPG berbasis android yang memiliki daya tarik unik dalam karakter-karakternya. Desain karakter Scaramouche dapat dianggap sebagai esentrik dan juga memiliki peran yang penting dalam pengembangan jalan cerita dalam permainan ini.

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana peneliti merumuskan masalah, memilih obyek yang akan diteliti (yang dalam hal ini adalah atribut yang terkait dengan karakter Scaramouche), melakukan penelusuran untuk mengumpulkan data tentang obyek yang dipilih dengan menggunakan teknik pengumpulan data Internet Searching, kemudian menganalisis makna dari obyek yang diteliti, dan akhirnya membuat kesimpulan tentang makna yang ditemukan pada obyek tersebut.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana peneliti akan merumuskan masalah, memilih obyek yang akan diteliti (yang dalam hal ini adalah atribut yang terkait dengan karakter Scaramouche seperti topi, pakaian, dan elemen lainnya), melakukan penelusuran untuk mengumpulkan data tentang obyek-obyek yang dipilih, menganalisis makna dari obyek yang diteliti, dan terakhir membuat kesimpulan tentang makna yang ditemukan pada obyek-obyek tersebut. Pendekatan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian suatu obyek yang kemudian akan disajikan dalam bentuk naratif.

 

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah usulan dan saran dari peneliti:

 

1. Kepada peneliti selanjutnya, masih terdapat banyak aspek lain yang belum terungkap tentang karakter Scaramouche. Banyak area yang dapat menjadi fokus penelitian di masa depan, sehingga penelitian berikutnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih baik serta menghasilkan pemahaman baru yang lebih dalam.

 

2. Kepada pembaca, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap proses kreatif di balik pembuatan karakter dalam Genshin Impact. Sebuah karakter dalam game merupakan hasil kolaborasi dan kreasi dari para pengembangnya, melibatkan berbagai aspek seperti estetika, pengetahuan sejarah, dan pemahaman tentang dunia luar.

 

3. Dengan melakukan penelitian atau penelusuran yang mendalam terhadap elemen-elemen dalam Genshin Impact, kita semakin dapat menghargai kompleksitas dan kerumitan dalam proses pengembangan sebuah game. Ini membutuhkan dedikasi, kesabaran, ketelitian, dan kerja keras dari para pengembang yang telah berperan dalam membangun dan mengembangkan game ini.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, desain karakter secara umum menjadi salah satu indikator penting dalam menggambarkan sebuah jalan cerita. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak elemen dari dunia nyata yang dapat dikenali dalam desain karakter Scaramouche. Elemen-elemen ini tercermin dalam atribut-atribut yang dikenakannya, dengan banyak referensi yang berasal dari budaya Jepang. Dalam Genshin Impact, negara Inazuma merupakan representasi dari Jepang. Makna yang terkandung dalam penggambaran karakter Scaramouche adalah representasi dari seorang pelancong atau pengembara. Meskipun secara esensial merupakan seorang yang berkelana, Scaramouche terlihat elegan. Salah satu contohnya dapat ditemukan dalam topi yang dikenakannya.

 

9.     Penulis Jurnal           : Bebay Hana Balqis

Judul Jurnal              : Tinjauan Visual Semiotika Roland Barthes Pada Karakter Scaramouche dalam Game Genshin Impact

Halaman Jurnal        : 1- 29

Tujuan

Semakin majunya teknologi dalam era globalisasi berdampak pada perkembangan penyebaran informasi, yang kini disajikan dalam berbagai bentuk untuk memudahkan komunikasi dalam masyarakat. Salah satu perkembangan yang signifikan adalah transformasi film menjadi Anime, yang menjadi media populer untuk menyampaikan informasi. Anime, yang merupakan istilah untuk serial kartun yang diproduksi di Jepang, memiliki potensi besar sebagai media penyebaran informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap representasi sikap pantang menyerah dalam serial anime Haikyuu!!, dilihat dari tiga level semiotika John Fiske: level representasi, level realitas, dan level ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika John Fiske. Data dikumpulkan melalui dokumentasi dan studi pustaka.

 

Metode

Peneliti menggunakan metode teknik analisis korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi yang dipilih adalah siswa SMA Negeri 12 Bandung, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 1.023 siswa. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel Proposional Stratified Sampling, jumlah sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 91 siswa. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan mencakup analisis deskriptif dan analisis inferensial.

 

Hasil Penelitian

Level realitas merupakan bagian pertama dari kode-kode televisi semiotika John Fiske. Pada level realitas, penulis mengambil beberapa unsur untuk melakukan pengukuran penelitian ini, seperti dialog, perilaku, dan lingkungan. Peneliti akan menganalisis berbagai bentuk pantang menyerah.

Dalam unsur dialog, serial anime ini menampilkan banyak dialog yang menunjukkan sifat pantang menyerah dari para karakternya. Kata-kata memiliki peran penting dalam membangun sifat pantang menyerah.

 

Dalam anime ini, banyak kata-kata yang memotivasi untuk tidak menyerah digambarkan dengan situasi yang ada. Sebagai contoh, pada satu adegan yang dianalisis pada penelitian level realitas dialog 1, terdapat kalimat "Sekali lagi" dan "Selanjutnya ayo berjuang lebih keras lagi". Dialog ini digunakan ketika mengalami kegagalan. Ketika mengalami kegagalan, kita akan mencari penyebabnya dan menentukan langkah selanjutnya. Jika memiliki sifat pantang menyerah, kita akan belajar dari kegagalan itu, mencari cara baru, dan mencobanya kembali.

 

Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian ini, yang didasarkan pada berbagai data pustaka, analisis data hasil penelitian, dan analisis per-level kode televisi dari semiotika John Fiske, tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan. Berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil setelah penelitian dilakukan:

 

1. Pada level realitas yang direpresentasikan dalam serial anime Haikyuu!!, kalimat-kalimat atau dialog-dialog yang muncul dapat merepresentasikan sikap pantang menyerah. Perilaku karakter dan lingkungan yang mendukung juga berperan dalam membentuk sikap ini. Hal ini menunjukkan bahwa segala aktivitas yang kita lakukan dapat membawa kita menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah.

 

2. Pada level representasi yang ditampilkan dalam serial anime Haikyuu!!, penggunaan berbagai teknik pengambilan gambar seperti Close Up, Medium Close Up, Extreme Close Up, Big Close Up, dan Group Shot memperjelas representasi pantang menyerah dalam anime tersebut. Setiap teknik pengambilan gambar mengandung makna dan tujuan tersendiri yang ingin disampaikan oleh pembuat anime.

 

3. Pada level ideologi, serial anime ini menyampaikan pesan moral tentang disiplin dalam menjalankan sesuatu, memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar, memahami bahwa pencapaian sesuatu membutuhkan proses yang tidak instan, dan pesan moral tentang pentingnya pantang menyerah. Hal ini merupakan hasil penelitian yang diteliti dalam penelitian ini.

 

10.  Penulis Jurnal           : Nexen Alexandre Pinontoan

Judul Jurnal              : Representasi Patriotisme Pada Film Soegija (Analisis Semiotika John Fiske)

Halaman Jurnal        : 1- 16

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi representasi patriotisme dalam Film Soegija. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana patriotisme direpresentasikan dalam Film Soegija. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menerapkan analisis Semiotika John Fiske. Objek penelitian adalah Film Soegija. Data dikumpulkan melalui observasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari Film Soegija itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi patriotisme dalam Film Soegija diungkapkan melalui kode-kode realitas, representasi, dan ideologi, yang tercermin dalam adegan percakapan, gambar teknik, dan lokasi pengambilan gambar. Film tersebut menyoroti bahwa patriotisme mengutamakan persatuan bangsa dan negara di atas kepentingan individu atau golongan tertentu.

 

Metode

Penelitian ini mengadopsi paradigma kritis. Peneliti memilih paradigma kritis karena ingin mengungkap dan mengekspos secara mendalam dominasi dan ideologi yang tersirat dalam film Soegija. Terdapat dugaan bahwa film tersebut mengandung dominasi ideologi Patriotisme. Dengan paradigma kritis, peneliti dapat melihat serta menggali makna yang tersembunyi dari film Soegija melalui tanda-tanda yang disajikan dalam film tersebut.

 

Hasil Penelitian

Film ini difilmkan di Gereja Gedangan Semarang pada 7 November 2011. Selain di Semarang, proses pengambilan gambar dilanjutkan di Yogyakarta, Pabrik Gula Gondang Klaten, dan kawasan Ambarawa. Film ini meraih dua penghargaan, yakni Sutradara Terbaik dan Film Terbaik, dalam Festival Film Kine Klub 2012. Beberapa tokoh nasional Indonesia, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal Soedirman, dan Soeharto, juga ditampilkan dalam film ini.

 

Film ini menggambarkan pengalaman Soegija melalui tokoh-tokoh nyata yang difiksikan dari Indonesia, Jepang, dan Belanda, baik sipil maupun militer, dalam peristiwa-peristiwa keseharian yang direkonstruksi secara detil. Meskipun bukan film biografi tentang Uskup Indonesia pertama yang menjabat sebagai Uskup Vikariat Semarang, film ini lebih merupakan representasi visual tentang sikap Gereja Indonesia dalam menghadapi tantangan kemanusiaan serta perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.

 

Kesimpulan

Pembedahan unsur ideologi pada film ini menggunakan analisis semiotika John Fiske. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka penelitian dengan judul “Representasi Patriotisme Dalam Film Soegija” yang menggunakan metode analisis secara Interpretatif dengan menggunakan teori analisis semiotika kode-kode televisi John Fiske, maka tiap tanda dalam film “Soegija” yang dianalisis melalui level realitas, level representasi dan ideologi. Teori Semiotika John Fiske adalah tepat dalam menemukan unsur ideologi yang tertanam pada film Soegija. Pada tahapan pertama yaitu level realitas, yang mendominasi dalam film “Soegija” ini adalah kategori kostum, riasan (makeup), penampilan, cara berbicara, gerak-gerik, suara, ekspresi seperti kode kostum pada Lantip yang memakai kemeja putih dan celana panjang cream bertopikan pejuang yang identik dengan pakaian berwarna cream ditambah dengan penutup kepala dimasa penjajahan tahun 1940an. Sedangkan pada tahapan kedua yaitu Level Representasi, yang mendominasi adalah representasi kode kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara

 

11.  Penulis Jurnal           : DYAH AYU RIZKY KUSUMA RAMADHANI

Judul Jurnal              : EMOSI DASAR DALAM FILM (Studi Analisa Semiotika dalam Film Animasi “Inside Out”)

Halaman Jurnal        : 1- 29

Tujuan

Film animasi Inside Out menggambarkan tentang berbagai emosi, di antaranya ada lima karakter emosi dasar seperti Joy (senang), Sadness (sedih), Anger (marah), Fear (takut), dan Disgust (jijik atau benci). Emosi dasar dalam film animasi tersebut akan dimaknai dengan adanya tanda-tanda yang tersirat dalam film. Sifat film yang imajinatif dan kreatif dapat menjadikan industri film sebagai “industri yang dibangun dari mimpi”. Media bukan hanya sumber informasi dan hiburan, melainkan juga dijadikan sarana komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi emosi dasar dalam film animasi Inside Out. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik untuk mengungkap makna emosi dasar dalam film. Analisis semiotik digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik Roland Barthes yang melihat makna denotasi, konotasi, dan mitos. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya wujud makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam representasi emosi dasar di film Inside Out. Hasilnya berasal dari tanda dominan dalam memotong adegan yang diambil dengan kriteria yang ditentukan seperti fisik dan pakaian (fashion). Dalam versi karakter emosi joy (kebahagiaan) digambarkan dengan warna kulit kuning terang dan model rambut pendek dengan warna biru. Karakter emosi sadness (sedih) memiliki warna kulit biru. Karakter emosi anger (marah) memiliki warna kulit merah. Karakter emosi fear (takut) memiliki warna kulit ungu. Dan terakhir karakter emosi disgust (jijik atau benci) memiliki warna kulit hijau.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis Semiotika Roland Barthes. Pendekatan kualitatif dapat membantu peneliti dalam memahami dan menguraikan suatu fenomena yang dialami oleh subjek secara mendalam, yakni tentang perilaku individu atau kelompok dalam konteks tertentu secara utuh. Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi "proses" daripada "hasil". Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.

 

Hasil Penelitian

Untuk menjelaskan bagaimana emosi dasar dipresentasikan di dalam film berdasarkan kriteria fisik (penampilan) dan pakaian (fashion). Dari scene-scene yang menampilkan representasi emosi dasar dalam film Inside Out tersebut akan dianalisis menggunakan pemaknaan aspek konotasi, denotasi, dan mitos. Konotasi mengungkapkan makna yang tersembunyi di balik tanda yang tersirat dalam sebuah hal. Denotasi menurut Berger adalah makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Penelitian ini dapat dilihat dari potongan scene yang menjelaskan tentang bagaimana emosi dasar dipresentasikan di dalam film berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti. Lima karakter emosi dasar dalam film Inside Out yaitu Joy (Kebahagian), Sadness (Kesedihan), Anger (Kemarahan), Disgust (Kebencian), dan Fear (Ketakutan). Terdapat dua bagian kriteria penting yang akan menjelaskan bagaimana emosi dasar dipresentasikan dalam film.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terungkap bagaimana emosi dasar direpresentasikan dalam film animasi Inside Out. Karakter emosi dasar seperti Joy (Kebahagiaan), Sadness (Kesedihan), dan Disgust (Kebencian atau Kejijikan) yang ada dalam film tersebut memiliki ciri fisik dan berpakaian yang menggambarkan sosok perempuan. Sementara karakter Anger (Kemarahan) dan Fear (Ketakutan) memiliki ciri fisik dan cara berpakaiannya yang lebih menggambarkan sosok maskulinitas seorang laki-laki. Laki-laki yang digambarkan dalam film Inside Out ini tampak lebih peduli akan penampilannya dan memiliki gaya berpakaian yang modis. Saran dari penelitian ini adalah pentingnya menyadari bahwa konsep perbedaan representasi emosi bahagia, sedih, marah, takut, dan benci atau jijik dalam film animasi Inside Out memberikan pemaknaan yang dilihat dari segi fisik (penampilan) dan berpakaian yang menggambarkan karakter emosi. Dengan mempertimbangkan mitos yang hampir serupa di setiap negara, hal ini dapat menjadi keuntungan untuk memahami segala hal dengan lebih baik.

 

12.  Penulis Jurnal           : Dyah Elvina Margareta

Judul Jurnal              : REPRESENTASI KARAKTER PSIKOPAT DALAM SERIAL DRAMA MOUSE (ANALISIS SEMIOTIKA JOHN FISKE)

Halaman Jurnal        : 1- 63

Tujuan

Pada media sosial TikTok, terjadi fenomena di akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021 di mana pengguna melakukan self-diagnosis dan menyatakan diri sebagai psikopat. Salah satu penyebabnya adalah kesalahpahaman masyarakat dalam memahami psikopat sebagai seorang pembunuh kejam dan menakutkan, padahal dalam ilmu psikologi, psikopat adalah istilah untuk kondisi psikis seseorang. Perilaku self-diagnosis ini menjadi berbahaya ketika pelakunya meniru tindakan dari tokoh psikopat, baik fiksi maupun nyata. Hal ini menunjukkan bahwa media yang dikonsumsi memiliki pengaruh besar terhadap pandangan masyarakat terhadap suatu hal, termasuk media hiburan seperti serial drama.

 

Metode

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotika John Fiske. Dalam semiotika yang dikembangkan oleh Fiske, terdapat dua fokus utama, yaitu hubungan antara tanda dan makna, serta kombinasi tanda yang membentuk kode (Fiske dan Hartley, 2003:22). John Fiske dikenal sebagai seorang ahli semiotika yang mempelajari semiotika melalui media. Beliau menganalisis acara televisi sebagai salah satu bentuk 'teks', yang tidak hanya diterima oleh penonton tetapi juga memerlukan tindakan membaca teks tersebut agar maknanya dapat ditafsirkan.

 

Hasil Penelitian

Psikopat, menurut Kartini Kartono, merupakan salah satu cabang ilmu dalam psikologi yang termasuk dalam bidang psikologi abnormal, yang menginvestigasi segala bentuk gangguan mental serta abnormalitas jiwa (Kartono, 2000:25). Menurut Singgih Dirgagunasa, psikologi abnormal adalah bidang studi bagi psikolog yang mempelajari kelainan atau hambatan kepribadian yang terkait dengan proses dan isi kejiwaan. Dari kedua penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi abnormal membahas segala hal yang terkait dengan ke-abnormalan atau kelainan baik secara mental maupun jiwa. Meskipun belum ada kesepakatan universal tentang definisi kelainan atau abnormalitas, hal ini tidak berarti bahwa definisi tersebut tidak ada, namun definisi yang memuaskan mungkin sulit dipahami (Hooley dkk, 2018:27). Dalam ranah psikologi abnormal, bidang ini mempelajari perasaan, pola pikir, dan perilaku yang dianggap sebagai gangguan klinis, di mana perilaku khas sering kali terkait dengan perilaku kriminal atau perilaku menyimpang yang berpotensi berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain.

 

Kesimpiulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dipahami bahwa psikopat dan pembunuh sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda, meskipun seringkali masyarakat awam memandang keduanya sebagai hal yang sama. Psikopat merujuk pada kondisi kelainan psikis atau psikologi abnormal, sedangkan pembunuhan merujuk pada tindakan kriminal menghilangkan nyawa seseorang. Berbeda dengan pemahaman yang umum di masyarakat bahwa psikopat adalah individu penyendiri yang anti-sosial dan memiliki kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, psikopat sebenarnya memiliki kompleksitas yang lebih dalam. Oleh karena itu, untuk menyimpulkan bahwa seseorang adalah psikopat, diperlukan diagnosis yang akurat dari ahli seperti psikolog, dan tidak bisa hanya didasarkan pada self-diagnosis. Drama Mouse menunjukkan bahwa psikopat bukanlah sama dengan pembunuh, begitu pula sebaliknya. Namun, seorang psikopat bisa berkembang menjadi pembunuh jika terdapat faktor-faktor yang memicunya.

 

13.  Penulis Jurnal           : AULIA SAFRIANI HAKIM

Judul Jurnal              : SEMIOTIKA DESAIN VISUAL KARAKTER FILM ANIMASI ZOOTOPIA

Halaman Jurnal        : 1- 23

Tujuan

Karakter dalam film animasi Zootopia dipenuhi dengan berbagai desain visual yang unik, termasuk munculnya ikon, indeks, dan simbol pada karakter tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ikon, simbol, dan indeks yang terdapat pada desain visual karakter dalam film animasi Zootopia. Metode penelitian ini menerapkan pendekatan semiotika berdasarkan teori Charles Sanders Pierce untuk mengamati tanda-tanda ikonik, simbolik, dan indeksikal pada desain visual karakter serta beberapa adegan pendukung yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Zootopia menggunakan metode komunikasi visual yang efektif dalam menciptakan karakter-karakter yang kuat, dengan memperhatikan gestur tubuh, warna, dan sifat-sifat karakter. Desain visual karakternya memiliki ciri khas yang unik dan berkontribusi pada jalan cerita yang terkait erat, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah animasi yang menarik seperti Zootopia.

 

Metode

menjelaskan bahwa animasi merupakan salah satu komunikasi massa, serta sebagai bahan referensi untuk mahasiswa Desain Komunikasi Visual dalam terkait unsur kajian animasi dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

 

Hasil Penelitian

Zootopia menceritakan kisah tentang Judy Hopps, yang diisi suaranya oleh Ginnifer Goodwin, seorang polisi kelinci yang berusaha memecahkan kasus bersama rubah bernama Nick Wilde, yang diperankan oleh Jason Bateman. Selain menyampaikan pesan yang menarik, Zootopia juga menampilkan animasi luar biasa dari Disney yang menghidupkan karakter-karakter dalam film tersebut. Kota Zootopia digambarkan dengan detail yang menakjubkan. Karakter-karakter yang lucu dan menggemaskan membuat Zootopia menjadi tontonan yang menyenangkan. Selain itu, penulisan naskahnya juga layak diapresiasi, dengan adanya plot twist yang tak terduga yang akan menjadi spoiler jika diungkapkan. Semua kelebihan ini disempurnakan dengan lagu "Try Everything" dari Shakira yang mudah diingat.

 

Kesimpulan

Penelitian ini berfokus pada desain visual karakter film animasi Zootopia berdasarkan ikon, indeks, dan simbol. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan masalah adalah “Bagaimana Kajian Semiotika Desain Visual Karakter Film Animasi Zootopia?”

 

14.  Penulis Jurnal           : Adelya Pratisya Cristy,Irmasanthi Danadharta, Beta Puspitaning Ayody

Judul Jurnal              : Representasi Karakter Alpha female Pada Drama Korea (Analisis Semiotika Pada Film The World Of The Married)

Halaman Jurnal        : 1- 8

Tujuan

Pandangan terhadap gender dapat menyebabkan ketidaksetaraan gender, seperti patriarki terhadap laki-laki dan perempuan. Dalam drama Korea "The World of the Married", karakter alpha female ditampilkan melalui pemeran utama perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan merujuk pada Semiotika Roland Barthes, khususnya denotasi, konotasi, dan mitos. Hasil penelitian menunjukkan representasi alpha female dalam drama Korea "The World of the Married" oleh pemeran utama perempuan, yang digambarkan sebagai individu yang kuat, percaya diri, berpengaruh, dan rasional.

 

Metode

Pendekatan penelitian ini adalah analisis Semiotika dengan paradigma kritis. Semiotika adalah teknik untuk menginterpretasikan dan menganalisis tanda serta pembentukan tanda dalam berbagai media. Analisis ini mengeksplorasi bagaimana makna dan tanda digunakan untuk menyampaikan pesan tentang realitas tertentu. Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian tentang tokoh perempuan alpha dalam drama "The World of the Married" adalah analisis semiotika Roland Barthes, yang memeriksa tanda dan cara kerjanya. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data: observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan melalui pengamatan, di mana peneliti mempelajari perilaku dan makna di balik perilaku tersebut. Observasi dilakukan secara non-partisipan. Setelah pengamatan, peneliti mendokumentasikan bagian-bagian adegan yang relevan dengan karakter alpha female dalam screenshot. Kemudian, dokumentasi tersebut dianalisis kembali dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.

 

Hasil Penelitian

Adegan ini menunjukkan Ji Sun-woo menahan amarahnya dengan ekspresi elegan, meski hatinya hancur ia tetap teguh pada balas dendam yang ia rencanakan setelah bertemu suami dan kekasihnya secara langsung. Dengan makna denotatif, visual di atas secara denotatif menggambarkan Ji Sun-woo menahan emosi dan amarahnya setelah bertemu langsung dengan suaminya dan pelaku. Ekspresi Sun-woo tidak menangis dan berusaha untuk tidak menunjukkan rasa sakitnya. Tanda-tanda dalam adegan ini menunjukkan bahwa perempuan juga dapat mengambil tindakan sendiri dan memilih secara logis seperti pria. Makna konotatif, tanda konotasi adalah perempuan yang kuat, mandiri dan mampu menahan rasa sakit. Perempuan alfa adalah perempuan yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tenang, tegas dan mampu menyembunyikan rasa sakitnya, atau bisa dikatakan tidak menunjukkan kelemahannya.

 

Arti dari mitos ini adalah di Korea semakin banyak perempuan yang enggan menikah. Dengan alasan perempuan lebih banyak mendapatkan kerugian daripada keuntungan. Akibat penolakan terhadap budaya patriarki yang mewajibkan perempuan untuk menjaga mertua, jumlah pernikahan di Negeri Gingseng juga menurun.

 

Dalam pengertian mitos, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memutuskan bahwa perzinahan adalah legal dan bukan kriminal. Di Korea, ada aturan bahwa jika Anda berselingkuh, Anda bisa dipenjara hingga dua tahun, namun hukuman ini sudah tidak berlaku lagi. Di Korea, tingkat perselingkuhan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena kepercayaan Khonghucu dari China dimana patriarki masih melekat di setiap keluarga. Seorang suami atau ayah harus menunjukkan dominasi dan kebaikan atas istrinya. Dan istri juga harus patuh dan menghormati suaminya.

 

Kesimpulan

Tidak banyak perempuan yang bisa memperoleh jabatan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Perempuan dengan pekerjaan yang sama dengan laki-laki, tidak melulu perempuan tersebut adalah alpha female. Menjadi seorang alpha female dalam keluarga tetaplah menjadi perempuan pada umumnya, menjadi seorang Ibu, istri dan mengurus rumah tangga. Dalam penelitian ini, terdapat saran untuk beberapa pihak yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, yaitu:

 

1. Bagi pembaca, dapat membuka pengetahuan luas mengenai karakter alpha female yang diangkat dari sebuah drama Korea, khususnya dalam drama Korea The World Of The Married karya Joo Hyun.

 

2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan menambah referensi dan teori tentang representasi karakter alpha female dalam drama Korea.

 

15.  Penulis Jurnal           : Nandio Dhaniel Audisa, Tri Cahyo Kusumandyoko

Judul Jurnal              : REPRESENTASI HEROISME JEPANG PADA GUNDAM UNICORN: SEBUAH KAJIAN SEMIOTIKA

Halaman Jurnal        : 1- 13

Tujuan

Budaya populer adalah sebuah fenomena berskala global, muncul di akhir abad 20 dan awal abad 21, budaya populer meliputi banyak sekali hal. Media massa sangat berperan penting dalam perkembangannya, sehingga bisa menjangkau berbagai macam lapisan masyarakat. Jepang, adalah negara yang memiliki banyak sekali pop culture diantaranya adalah anime, salah satu genre anime yang paling diminati yaitu mecha. Mobile Suit Gundam Unicorn adalah sebuah animasi bertema mecha, Gundam Unicorn sangat berkaitan dengan budaya Jepang dan kini telah menjadi sebuah icon pop culture Jepang. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan makna visual, sejarah dan budaya yang ada dalam Gundam Unicorn. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan analisis serta studi literatur, untuk mendukung teori penelitian ini.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang menggunakan data primer dan data sekunder sebagai pendukung. Data primer didapatkan dengan pengamatan secara menyeluruh terhadap karakter Gundam Unicorn dalam animasinya. Dengan menonton animasinya peneliti dapat menemukan pesan kepahlawanan, yang terkandung dalam Gundam Unicorn dan dapat menganalisa secara visual bentuk dari Gundam Unicorn yang terdapat mitos di dalamnya.

 

Hasil Penelitian

Hal yang mencolok dalam meta-seri Gundam adalah heroisme yang sangat terlihat jelas, dimulai dari desain karakter Gundam yang terinspirasi dari samurai, superioritas Jepang dalam animasinya, representasi musuh sebagai gaijin atau orang luar Jepang, dan manipulasi peran serta kekalahan Jepang dalam Perang Dunia Kedua. Keseluruhan animasi Gundam (termasuk Gundam pertama) berlatar di Universal Century (U.C.), namun ada juga seri Gundam yang berlatar di luar garis waktu Universal Century, sehingga membuat cerita di semesta Gundam lebih bervariasi. Sementara itu, cerita Gundam dari Universal Century semakin terkenal. Inti cerita dan premis tetap sama, terutama Gundam Unicorn dan Gundam RX-78 yang masih berada dalam satu garis waktu yang sama.

 

Kesimpulan

Sebagai pelindung bumi, Gundam Unicorn divisualisasikan dengan warna putih dan tanduk seperti kuda unicorn, dilengkapi dengan berbagai senjata. Heroisme Gundam Unicorn dapat dikaitkan dengan mitos samurai dan semangat kebangkitan Jepang setelah kekalahan dalam Perang Dunia Kedua. Mitos Gundam Unicorn menggambarkan sosok samurai yang siap melindungi tanah air dan tuannya, persis seperti yang dilakukan Gundam Unicorn dalam melindungi bumi. Elemen seperti zirah, helm, dan pedang adalah ciri khas yang identik dengan samurai dan Gundam Unicorn.

 

Heroisme dalam Gundam Unicorn juga tercermin dalam proses pembuatannya. Pada saat itu, setelah kekalahan Jepang dalam perang dan masa okupasi, segala bentuk ekspresi dan informasi dilarang. Membuat animasi fiksi ilmiah menjadi salah satu cara untuk menghindari penyensoran dan masalah tanggung jawab. Pesan kepahlawanan, cinta tanah air, dan semangat perjuangan merupakan jalan bushido dari Mobile Suit Gundam yang disampaikan secara konseptual maupun visual.

 

16.  Penulis Jurnal           : Nuning Indah Pratiwi, Faizar Yuliansyah, I Nyoman Subanda, Putu Suparna

Judul Jurnal              : ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSURE PADA KARAKTER JOHNDOE DALAMFILMSE7EN

Halaman Jurnal        : 1- 8

Tujuan

Saat ini, film menjadi salah satu produk media massa yang sangat diminati oleh penonton, karena memiliki karakteristik unik yaitu memberikan informasi atau pesan kepada banyak orang dalam bentuk hiburan. Film memiliki banyak kelebihan yang menjadikannya primadona di kalangan penonton. Film berusaha memvisualisasikan ide sehingga cerita dapat lebih menarik dibandingkan dengan kejadian aslinya. Manusia memiliki keterbatasan ruang dan waktu untuk mengetahui segala hal yang terjadi di dunia ini, namun lewat film, penonton bisa memperoleh banyak pengetahuan, sejarah, dan informasi terkait banyak hal. Film juga mampu membangkitkan emosi penonton dan menggugah ketertarikan, karena seringkali penonton terbawa suasana dengan karakter dalam film, yang merupakan hal dasar yang melekat pada setiap individu. Contohnya, film Se7en merupakan salah satu film fenomenal Hollywood. Film ini menjadi topik penelitian untuk mengkaji karakter antagonisnya, John Doe, menggunakan teori semiotika Ferdinand De Saussure, di mana analisisnya terfokus pada Signifier (penanda) dan signified (petanda).

 

Metode

Fokus penelitian ini adalah memahami bagaimana karakter John Doe, yang diperankan oleh Kevin Spacey dalam film Se7en, menurut analisis semiotika Ferdinand De Saussure. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif menelaah bagaimana mendekati persoalan secara fenomenologis, yaitu bagaimana cara mengumpulkan data dalam bentuk kata-kata (lisan dan tulisan), ucapan, isyarat, pengalaman, dan perilaku yang diamati. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang analisis semiotika Ferdinand De Saussure pada karakter John Doe dalam film Se7en.

 

Hasil Penelitian

Adegan ketujuh menunjukkan bahwa John Doe adalah karakter yang psikopat. Psikopat sering dianggap sebagai gangguan kepribadian, yang didefinisikan sebagai kumpulan sifat interpersonal, emosional, gaya hidup, dan perilaku antisosial, termasuk harga diri yang tinggi, egosentris, penuh tipu daya, emosi dangkal, kurang empati dan penyesalan, tidak bertanggung jawab, impulsif, dan cenderung melanggar norma sosial. Pada adegan ini, menceritakan bahwa akan ada 5 pembunuhan lagi dalam waktu dekat karena detektif sudah mengetahui motif dari pembunuh melakukan aksinya yaitu tujuh dosa mematikan dan jika dikaji melalui analisis sintagmatik kalimat “You can expect 5 more these.” Memiliki arti akan ada 5 pembunuhan secara sadis seperti 2 pembunuhan sebelumnya, entah di mana dan kapan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan pada bab pertama, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

 

1. Karakter John Doe dalam film Se7en dapat dipahami melalui analisis semiotika Ferdinand De Saussure, yang melibatkan konsep Signifier-Signified (tanda), Langue-Parole (bahasa), Sinkronik-Diakronik (waktu), Sintagmatik-Paradigmatik (struktur). Dari analisis ini, karakter John Doe teridentifikasi sebagai sosok yang kejam, egois (egosentris), cerdas, relijius, radikal, psikopat, dan penyendiri. Identifikasi ini didasarkan pada observasi adegan, dialog, dan berbagai tanda yang muncul dalam karakter John Doe, serta elemen-elemen lain yang mendukung penelitian dalam film Se7en.

 

2. Teori yang diajukan oleh Ferdinand De Saussure mengenai hubungan antara penanda dan petanda menekankan bahwa keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Menurut Saussure, penanda merujuk pada aspek fisik seperti bunyi-bunyian dan gambar, sementara petanda merujuk pada konsep yang dikomunikasikan oleh penanda tersebut.

 

17.  Penulis Jurnal           : Ida Yulaekah

Judul Jurnal              : ANALISIS SEMIOTIK KARAKTER TOKOH DILAN PADA FILM DILAN 1990

Halaman Jurnal        : 1- 48

Tujuan

Film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang sangat efektif, karena dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Film Dilan 1990 mengisahkan kisah seorang pelajar pada tahun 1990, dengan karakter Dilan sebagai tokoh utama yang memiliki sikap yang menarik untuk dianalisis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi representasi karakter Dilan dalam film tersebut. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif interpretatif, yang mencoba memahami perilaku secara holistik melalui pengamatan. Analisis penelitian ini menggunakan semiotika Roland Barthes, yang menekankan hubungan antara penanda dan petanda. Denotasi mengacu pada makna literal dari sebuah tanda, konotasi merujuk pada tingkat kedua dari makna tanda tersebut, sementara mitos adalah interpretasi tentang realitas dalam masyarakat.

 

Metode

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif, di mana data dikumpulkan dengan menjelaskan isi data tersebut. Peneliti bertindak sebagai inti dalam penelitian dengan mengumpulkan dan mengintegrasikan data yang diperoleh, kemudian menganalisis makna dari data secara menyeluruh.

 

Hasil Penelitian

Film memiliki dampak yang signifikan pada setiap individu yang menontonnya karena mampu menjangkau masyarakat secara luas dengan cara yang efektif, sesuai dengan predisposisi masyarakat itu sendiri. Karena alasan ini, film sering menjadi subjek penelitian bagi para peneliti karena pengaruhnya yang nyata pada penonton. Menurut Sobur (2020:127-128), sebuah film terdiri dari suara, gambar, dan musik. Setiap film memiliki makna yang disampaikan melalui gambar-gambar yang tersusun dengan rapi di dalamnya. Film dibuat dengan menggunakan tanda-tanda yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai hasil yang diinginkan.

 

Film menggamb Kesimpulan terhadap identifikasi Mark Grayson / Invincible sebagai karakter utama dalam series Invincible karya Robert Kirkman, analisis ini menyoroti bahwa karakter Mark adalah karakter yang kuat baik secara fisik dan mental akan tetapi rasa takut menjadi penghambat utama dalam pengembangan karakter Mark Grayson, pada saat awal-awal cerita mark adalah pribadi yang periang akan tetapi setelah mengetahui kejadian ayahnya yang menjadi jahat ia berubah menjadi pribadi yang pendiam dan lebih memikirkan masa depan. Sehingga saya yakin Mark Grayson suatu saat nanti dapat melindungi bumi dari ayahnya dan ras Viltrumites dari pembantaian yang akan terjadi.

Ketidaksempurnaan Mark yang membuatnya tidak konsisten, itulah mengapa kita memiliki momen seperti bertanya kepada Oliver, "Pernahkah kamu berpikir bahwa mungkin ayah kita benar?"

 

Keyakinan Mark yang rapuh yang menyebabkan dia percaya bahwa Dinosaurus benar, tapi begitu dia melihat bahwa dia telah melakukan kesalahan, dia akhirnya mulai memikirkan semuanya dan bertanggung jawab atas apa yang dia yakini, hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan karakter.

arkan realitas masyarakat yang disampaikan melalui media (Rahman & Pencerah, 2016). Dalam konteks bahasa, film memiliki makna yang terstruktur yang dipengaruhi oleh bahasa film itu sendiri. Lingkungan fisik juga merupakan unsur luar dari bahasa film yang dianalisis oleh penelitian ini. Film, meskipun merupakan media hiburan, memiliki dampak yang luas, mampu mempengaruhi penonton terhadap pesan yang disampaikan di dalamnya.

 

Kesimpulan

Menurut Suharsimi Arikunto (2020:134), pengumpulan data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mempermudah proses penelitiannya dengan cara melakukan kegiatan yang mendukung keberhasilan penelitian tersebut. Intrumen, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hadjar (2020:160), adalah suatu alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi agar penelitian dapat dilakukan secara objektif.

 

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengamatan pada film Dilan 1990 dengan cara melakukan dokumentasi film untuk mengumpulkan data. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 

1. Menonton film Dilan 1990 secara berulang-ulang, terutama pada setiap adegan yang menampilkan sikap tokoh Dilan.

2. Menganalisis setiap adegan untuk menentukan penanda (signifier), petanda (signified), dan mitos.

3. Melakukan analisis data untuk menemukan makna konotasi dan denotasi pada tahap selanjutnya.

4. Membahas hasil analisis data yang telah ditemukan dan membuat kesimpulan sebagai hasil akhir dari penelitian.

 

18.  Penulis Jurnal           : Maya Purnama Sari, Ika Rifa Dilla, Meisya Ariandra Fasha, Rizki Rahman Maulana

Judul Jurnal              : REPRESENTASI PENCARIAN MAKNA DIRI PADA FILM SOUL 2020 (STUDI ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PIERCE)

Halaman Jurnal        : 1- 8

Tujuan

Penelitian ini berjudul "Representasi Pencarian Makna Diri pada film Soul 2020" bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tokoh Joe Gardner memperjuangkan impian sebagai seorang musisi. Film merupakan media komunikasi massa yang mampu menyampaikan pesan kepada penonton melalui cerita yang disampaikan. Sebagai sebuah bentuk komunikasi massa, film memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan yang tersembunyi melalui gambar-gambar yang ditampilkan. Untuk memahami pesan yang disampaikan dalam film secara mendalam, dibutuhkan penelitian yang dapat menganalisisnya.

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan kuantitatif berdasarkan Teori Semiotika Charles Sanders Pierce. Peneliti memilih dengan cermat setiap adegan yang menggambarkan pencarian makna diri seseorang dalam film Soul 2020. Analisis dilakukan terhadap makna diri yang termanifestasi melalui tanda (sign), objek, dan interpretan yang muncul dalam film.jek, dan interpretan yang muncul dalam film.

 

Metode

Peneliti juga menggunakan metode kuantitatif, di mana pendekatan kuantitatif didasarkan pada filsafat positivisme untuk menginvestigasi populasi atau sampel tertentu dengan pengambilan sampel secara acak dan pengumpulan data menggunakan instrumen, serta analisis data yang bersifat statistik (Sugiyono, 2007). Survei yang dilakukan melalui kuesioner bertujuan untuk memahami sudut pandang setiap individu terhadap film tersebut.

 

Dalam penelitian ini, analisis semiotika dan survei digunakan untuk mengetahui representasi makna atau pesan yang terdapat dalam suatu film. Representasi, seperti yang dijelaskan oleh Toni & Fachrizal (2017), adalah proses merekam gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Lebih tepatnya, representasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanda-tanda (gambar, suara, dll.) untuk memahami persepsi setiap individu terhadap film tersebut.

 

Hasil Penelitian

Joe Gardner adalah seorang guru musik di sekolah menengah yang sebenarnya memiliki minat yang mendalam dalam jazz dan secara diam-diam menyimpan bakatnya dalam bermain musik tersebut. Mimpinya adalah untuk bisa tampil memainkan piano secara profesional di sebuah konser. Tinggal sendirian di sebuah apartemen di Queens, dia mengasah keterampilannya dengan penuh dedikasi, dan setiap kali keluar, ia selalu membicarakan tentang musik jazz.

 

Namun, dalam sebuah adegan di mana Joe dan 22 melihat gambaran hidup Joe dari masa ke masa, dapat disimpulkan bahwa kita seharusnya merenungkan perjalanan hidup kita dari apa yang telah kita lakukan. Gambaran dalam adegan ini juga menunjukkan bahwa segala kejadian di dunia ini telah ditakdirkan. Beberapa momen yang digambarkan juga mencerminkan pengalaman hidup yang dijalani dengan penuh kesungguhan, menandakan bahwa dedikasi dan profesionalisme dalam setiap tindakan akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan totalitas dalam pekerjaan kita.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan oleh peneliti menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce pada bab sebelumnya mengenai representasi pencarian makna diri dalam film "Soul", dapat disimpulkan sebagai berikut:

 

1. Film "Soul" memiliki beberapa adegan yang memiliki makna tersendiri, yang membuatnya menjadi lebih berwarna. Selain itu, terdapat juga makna filosofis yang terkandung di dalamnya karena film tersebut didasarkan pada refleksi penulisnya terhadap asal-usul manusia.

 

2. Dalam film tersebut, kita dapat melihat perjuangan seorang pria yang berusaha mencari jati dirinya dan mewujudkan impiannya. Dia menunjukkan bahwa sebelum mencapai impian, seseorang harus menghadapi rintangan dan hambatan, dan harus berusaha sekuat tenaga serta tidak boleh menyerah untuk mencapai semua impian tersebut.

 

3. Setiap roh dan jiwa individu, baik yang sudah meninggal maupun yang belum lahir, telah ditentukan oleh Sang Pencipta. Semuanya telah ditakdirkan berdasarkan porsi dan kapasitas masing-masing.

 

4. Semua pekerjaan yang dilakukan dengan penuh dedikasi dan profesionalisme akan menghasilkan hasil yang maksimal dan totalitas. Film ini mengisyaratkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan minat dan bakat individu untuk menghasilkan karya atau pekerjaan yang luar biasa.

 

19.  Penulis Jurnal           : Wildan Syaefullah, Meirina Lani Anggapuspa

Judul Jurnal              : ANALISIS VISUAL PADA KARAKTER AGENT SAGE DALAM GAME VALORANT

Halaman Jurnal        : 1- 11

Tujuan

Data primer berupa visualisasi karakter dan data sekunder dari beberapa buku referensi, jurnal, artikel, serta website. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menemukan makna visual yang dihubungkan dengan aspek budaya pada agent Sage. Melalui analisis pada atribut yang dikenakan oleh Sage, ditemukan fakta bahwa Sage memiliki penampilan seperti suku Han dengan pakaian tradisional Hanfu dari budaya China pada abad ke-16 yang memiliki kemampuan pengobatan atau menambahkan darah baik pada dirinya sendiri maupun tim. Sage juga memiliki skill yang dapat membangun tembok untuk melindungi, menahan dari serangan lawan seperti pada bangunan tembok besar China sehingga memperlihatkan bahwa Sage adalah perempuan kuat, tangguh, dan tidak lemah

 

Metode

Dalam proses analisis semiotika Roland Barthes pada visual karakter Agent Sage dalam Game Valorant, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teori semiotika Roland Barthes. Menurut Strauss & Corbin dalam Irwandi & M. Fajar Apriyanto (2012:30), Penelitian kualitatif adalah penelitian tanpa perhitungan, grafik statistik, dan angka apapun. Sedangkan menurut Sugiyono (2015:2), peneliti sendiri yang menjadi poin penting untuk mengumpulkan data-data yang dikupas dalam bentuk deskriptif dan fakta yang terjadi pada lapangan.\

 

Hasil Penelitian

Agent Sage merupakan salah satu dari sepuluh agent pertama yang dirilis oleh Riot Games serta lima agent pertama yang dapat dimainkan secara gratis dalam game Valorant tanpa membeli ataupun menyelesaikan misi yang ada pada game tersebut. Agent yang bernama asli Ling Ying Wei ini disampaikan oleh Riot berasal dari negara China sebagai biksu melalui pesan visual pada agent player card, dan dirilis pada bulan Maret 2020 beserta 10 agent lainnya. Riot juga merilis agent Sage sebagai perempuan pertama dengan role sentinelnya.

Sage didesain oleh Riot sebagai perempuan dengan penampilan dan paras yang cantik, berkulit putih, memiliki tubuh tinggi serta rambut hitam yang dikuncir melambai hingga lutut. Mengenakan pakaian tradisional khas China yang didominasi dengan warna hitam dan putih serta kombinasi warna biru tosca pada bagian kerah dan sabuknya. Selain memiliki paras yang cantik, karakter ini memiliki sifat baik dan suka menolong serta memberikan rasa tenang dan rasa aman kepada teman satu tim dengan menggunakan skill yang dimilikinya.

Sage, merupakan seorang sentinel yang memiliki kemampuan crowd control (menahan, membatasi) untuk menahan atau memberikan halangan kepada musuh sehingga tidak dapat melakukan penyerangan secara langsung.

 

Kesimpulan

Analisis Visual Karakter Agent Sage ini menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes untuk membedah denotasi, konotasi, mitos pada visualisasi agent Sage sebagaimana pada tampilan fisik, rambut, wajah, pakaian serta skill yang dimiliki oleh Sage. Alur penelitian dimulai dengan mengidentifikasi penanda dan petanda sebagai denotasi, mengidentifikasi penanda dan petanda sebagai konotasi, mengidentifikasi signifikasi konotasi yang berhubungan dengan isi yaitu mitos, menjelaskan pemaknaan unsur visual yang muncul dalam karakter agent Sage Valorant dan membuat kesimpulan. Dari analisis yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan diantaranya yaitu: (a) Ditinjau dari segi atribut, karakter Sage secara denotasi mengenakan pakaian lengan panjang berwarna dominan putih dan hitam pada bagian dalam serta terdapat warna biru tosca pada bagian pundak hingga kebawah. Pada bagian bawah Sage mengenakan celana panjang hitam dan sepatu berwarna hitam yang menimbulkan konotasi bahwa pakaian merupakan sesuatu yang dipakai pada seluruh tubuh. Mulai ujung kepala hingga ujung kaki. Secara mitos, Sage mengambil referensi dari visual budaya China tepatnya pada pakaian yang digunakan, yakni Pakaian Hanfu yang muncul sejak awal Dinasti Han (206 SM–220) hingga akhir dinasti Ming pada abad ke-16 serta serupa dengan gaya busana pegawai kerajaan di dinasti Liao.

 

20.  Penulis Jurnal           : Arif Budi Prasetya

Judul Jurnal              : PENONJOLAN TOKOH ANTAGONIS DALAM FILM THE DARK KNIGHT (Studi Semiotik Tokoh Joker dalam Film The Dark Knight)

Halaman Jurnal        : 1- 8

Tujuan

Semiotika adalah studi yang meneliti tanda-tanda dan makna yang terkandung di dalamnya. Perkembangan ilmiah tidak hanya meneliti simbol yang terdapat dalam setiap masyarakat, tetapi lebih menyentuh aspek pembangunan dan pola pikir budaya di belakangnya. Penelitian ini mencoba untuk meneliti aspek semiotik yang terkandung dalam film The Dark Knight dan diperiksa secara khusus karakter antagonis dari karakter Joker. The Dark Knight adalah film genre dengan tindakan dan karakter antagonis adalah Joker. Dalam studi ini, Joker dianggap sebagai simbol yang mewakili kejahatan, dan simbol ditunjukkan melalui karakter Joker. Dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes yang didalamnya terdapat aspek dari denotasi dan konotasi yang akan menghasilkan mitos, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana karakter Joker dalam film ini difokuskan. Hasilnya akan ditampilkan sebagai Joker penjahat melalui perilaku kekerasan, melawan hukum dan menciptakan kekacauan di kota Gotham. Tidak hanya itu, Joker adalah penjahat yang berbeda dari penjahat pada umumnya, di mana ia melakukan kejahatan, bukan bertujuan untuk mencari uang tetapi hanya untuk eksistensi sebagai penjahat sejati. Hal ini ditunjukkan melalui berbagai adegan dalam film.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes, yang melibatkan analisis denotatif dan konotatif, dengan pendekatan kualitatif. Seperti yang diketahui, penelitian kualitatif bersifat subjektif, dan besarnya populasi atau sampel tidaklah menjadi hal yang utama atau esensial, karena jumlahnya relatif sedikit. Sampel dalam penelitian ini tidak diukur sebagai elemen yang penting.

 

Hasil Penelitian

Dalam film Batman The Dark Knight, Joker diperankan sebagai tokoh antagonis yang menonjol dengan perilaku jahatnya. Perilaku tersebut termasuk:

a. Merobek mulut korbannya dengan pisau.

b. Meledakkan rumah sakit di Kota Gotham.

c. Merampok sebuah bank di Kota Gotham.

d. Membunuh beberapa orang, termasuk rekannya sesama penjahat.

e. Menyandera Harvey Dent dan Rachel yang berujung pada kematian Rachel.

 

Sutradara Chris Nolan menggambarkan karakter jahat Joker dengan sangat kuat dalam film ini, yang merupakan sekuel dari Batman Begins. Joker digambarkan sebagai seorang psikopat yang melakukan kejahatan hanya untuk kesenangan semata. Dialognya yang terkenal, "Why So Serious?", menunjukkan bahwa Joker tidak serius tentang kejahatan yang dilakukannya, dan dia menyatakan kalimat ini beberapa kali dalam film. Ekspresi wajahnya yang tenang, tatapan mata tajam, dan gesture tubuh yang dingin menunjukkan bahwa Joker tidak memiliki rasa takut atau kasihan terhadap korbannya.

 

Karakter antagonis Joker didukung oleh anak buahnya yang membantunya dalam melakukan kejahatan. Batman, sebagai tokoh protagonis, menjadi musuh utama Joker, dan keduanya telah menjadi mitos. Batman dan Joker memiliki karakter yang bertolak belakang tetapi saling melengkapi, seperti yang tercermin dari dialog Joker bahwa kehadiran Batman membuatnya merasa lengkap. Penampilan Joker, kemampuannya dalam mengendalikan pikiran (terlihat ketika Joker mempengaruhi Harvey Dent untuk menjadi penjahat), serta suaranya yang berat dan serak, semuanya memperkuat karakternya sebagai tokoh antagonis.

 

Kejahatan Joker mencapai puncaknya ketika dia meletakkan bom pada dua kapal laut yang berisi narapidana dan warga sipil. Joker mengancam akan meledakkan kedua kapal tersebut jika tidak ada yang bersedia meledakkan satu di antaranya.

 

Kesimpulan

Salah satu kekurangan dari film ini terletak pada alur ceritanya yang agak sulit dipahami atau sedikit rumit, sehingga menuntut penonton untuk lebih memperhatikan. Pengetahuan tentang film sebelumnya, Batman Begins, juga diperlukan untuk memahami alur cerita ini. Tanpa menonton film sebelumnya, penonton mungkin akan mengalami sedikit kesulitan dalam memahami jalan ceritanya. Selain itu, kekurangan lainnya adalah kurangnya penonjolan Joker sebagai tokoh antagonis utama, karena Joker terlalu memfokuskan perhatiannya pada Harvey Dent sebagai target utamanya.

 

Sebagai saran, akan lebih baik jika ada kemudahan dalam mengikuti alur cerita, dan kejahatan yang dilakukan oleh Joker bisa lebih kompleks lagi, sehingga karakternya benar-benar terasa sebagai seorang penjahat sejati.

 

Kesimpulan

Kesimpulan terhadap identifikasi Mark Grayson / Invincible sebagai karakter utama dalam series Invincible karya Robert Kirkman, analisis ini menyoroti bahwa karakter Mark adalah karakter yang kuat baik secara fisik dan mental akan tetapi rasa takut menjadi penghambat utama dalam pengembangan karakter Mark Grayson, pada saat awal-awal cerita mark adalah pribadi yang periang akan tetapi setelah mengetahui kejadian ayahnya yang menjadi jahat ia berubah menjadi pribadi yang pendiam dan lebih memikirkan masa depan. Sehingga saya yakin Mark Grayson suatu saat nanti dapat melindungi bumi dari ayahnya dan ras Viltrumites dari pembantaian yang akan terjadi.

Ketidaksempurnaan Mark yang membuatnya tidak konsisten, itulah mengapa kita memiliki momen seperti bertanya kepada Oliver, "Pernahkah kamu berpikir bahwa mungkin ayah kita benar?"

 

Keyakinan Mark yang rapuh yang menyebabkan dia percaya bahwa Dinosaurus benar, tapi begitu dia melihat bahwa dia telah melakukan kesalahan, dia akhirnya mulai memikirkan semuanya dan bertanggung jawab atas apa yang dia yakini, hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan karakter.

Komentar