Literature Review Jurnal
1. 1. Penulis Jurnal : Lingga Julinafta, Retno Purwani Sari
Judul
Jurnal : ONOMATOPE
DALAM KOMIK DIGITAL “MILES MORALES: SPIDER-MAN 2019”
Halaman
Jurnal : 1- 14
Tujuan
Penelitian
ini mengkaji bentuk dan makna onomatope pada komik digital "Miles Morales:
Spider-Man 2019" karya Saladin Ahmed di website
https://readcomicsfree.com. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif
untuk mendeskripsikan makna berdasarkan relevansi bentuk onomatope dan gambar
yang diyakini memiliki ketergantungan. Teori relevansi gagasan Sperber dan
Wilson (1986) dimanfaatkan untuk memahami makna berdasarkan relevansi antara
onomatope dan gambar pada panel.
Sementara
itu, klasifikasi bentuk onomatope dibuat berdasarkan teori Wijana (2008) serta
teori Thomas dan Clara (2004). Data onomatope diambil dari episode #1 halaman
9-23 dan episode #20 halaman 14. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa makna
dipahami berdasarkan korelasi antara gambar dan onomatope itu sendiri.
Onomatope dapat dikonstruksi oleh satu suku kata (mono silabel), dua suku kata
(bisilabel), atau lebih dari dua suku kata (multi silabel). Selanjutnya,
berdasarkan cara bunyi dihasilkan, onomatope dikategorikan ke dalam bunyi
manusia, bunyi binatang, dan aneka ragam tiruan bunyi. Hasil penelitian dapat
dimanfaatkan guna memahami pesan cerita komik digital secara komprehensif.
Metode
Menurut Sugiyono (2012),
metode penelitian adalah metode ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan
dan maksud tertentu. Metode ilmiah menunjukkan bahwa kegiatan penelitian
didasarkan pada karakteristik ilmiah seperti rasionalitas, empirisitas, dan
sistematisitas. Metode penelitian kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian
ini sebagai acuan untuk menganalisis penelitian dengan cara yang masuk akal,
dapat diamati dan dipahami, serta logis untuk diketahui dengan langkah-langkah
terukur. Menurut Yuliani (2018), deskriptif kualitatif (QD) adalah metode
penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif sederhana dengan alur
induktif. Artinya, penelitian deskriptif kualitatif (QD) dimulai dengan proses
atau peristiwa penjelasan yang darinya dapat ditarik suatu generalisasi, atau
penarikan kesimpulan.
Penelitian ini melihat
onomatope dalam komik digital Miles Morales: Spider-Man 2019. Penelitian
mengidentifikasi onomatope melalui tanda-tanda yang saling berhubungan dengan
melihat bentuk kata verbal dan nonverbal melalui visual yang muncul dalam komik
sebagai simbol suara (Dingemanse dan Akita, 2019). Karena onomatopoeia
berkaitan dengan bagaimana pembentukannya, bentuk onomatope ini dibahas dengan
menggunakan pendekatan morfologi. Dalam komik digital, onomatope tidak hanya
menyampaikan bahasa lisan dalam bentuk huruf visual yang dapat dibaca, tetapi
juga karakter, perasaan, volume, kecepatan suara, dramatisasi, dan emosi dengan
menghubungkan tanda-tanda di sekitarnya, dan pendekatan semantik diberikan pada
selanjutnya.
Hasil Penelittian
Pembahasan analisis
onomatope diwakili oleh lima data beragam. Tindakan ini dimungkinkan karena
lima data ini telah mewakili seluruh fenomena pemanfaatan onomatope pada komik
digital yang menjadi sumber data penelitian. Onomatope bunyi binatang,
merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh binatang. Bunyi yang ditirukan,
berupa kegiatan binatang maupun suara binatang itu sendiri. Secara morfologis,
onomatope “KREEEEEET” pada Gambar 1 dikategorikan ke dalam onomatope yang
memiliki satu suku kata (monosilabel). Onomatope ini secara semantis dimaknai
berdasarkan bunyi yang dihasilkan oleh elang. Oleh sebab itu, onomatope
tersebut diklasifikasikan ke dalam onomatope bunyi binatang.
“KREEEEEEK” disampaikan
melalui keterkaitan onomatope tersebut dengan visual karakter Elang pada Gambar
2. Keterkaitan tersebut melibatkan elang pada komik yang berkomunikasi ketika
hendak datang ke hadapan Spiderman dan Amulet yang dianggapnya sebagai musuh,
dengan penggambaran visual elang yang sedang merebahkan sayapnya artinya pada
posisi tersebut elang tengah terbang di udara dan menemukan karakter Spiderman
dan Amulet.
Kesimpulan
ada komik Miles Morales:
Spider-Man 2019 episode #1 halaman 9-23 dan episode #20 halaman 14, onomatope
aneka ragam tiruan bunyi dominan muncul pada panel. Dominan pada onomatope
tersebut dikarenakan komik yang dikaji merupakan komik super hero. Komik super
hero relatif menunjukkan banyak gerakan aksi dari sebuah karakter dalam
bernarasi.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan ditemukan bentuk dan makna berdasarkan verbal dan non-verbal,
maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Onomatope pada komik
digital Miles Morales: Spider-Man 2019, memiliki tiga kategori bentuk
silabelnya dan klasifikasi tiruan bunyi yang dihasilkan dari empat klasifikasi
onomatope. Onomatope yang ada pada episode #1 halaman 9-23 dan episode #20
halaman 14 ditemukan sebanyak 22 data dan diwakilkan dengan lima contoh
analisis.
2.Makna onomatope yang
terkait pada komik digital Miles Morales: Spider-Man 2019, dapat diuraikan
dengan makna pragmatis teori relevansi, dengan menghubungkan onomatope yang
muncul pada panel komik digital. Sehingga dapat mengetahui maksud dari
kemunculan onomatope pada setiap panelnya, sebagai pesan dari narasi komik
untuk memahami alur cerita pada komik.
2.
Penulis Jurnal : Illona Zamia Lusaka
Judul
Jurnal : Analisis
Karakter pada Karakter Utama Anime Demon Slayer: Kimetsu No Yaiba
Halaman
Jurnal : 1- 36
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
unsur-unsur visual desain karakter-karakter utama dari Anime Demon Slayer:
Kimetsu no Yaiba
2. Untuk menjelaskan
makna visual desain karakter-karakter utama dari Anime Demon Slayer: Kimetsu No
Yaiba melalui semiotika Roland Barthes
Metode
Penelitian ini melihat semiotika
dalam anime Demon Slayer. Penelitian
mengidentifikasi semiotika melalui tanda-tanda yang saling berhubungan dengan
melihat bentuk kata verbal dan nonverbal melalui visual yang muncul dalam anime
sebagai simbol. Semiotika ini tidak
hanya menyampaikan bahasa lisan dalam bentuk huruf visual yang dapat dibaca,
tetapi juga karakter, perasaan, volume, kecepatan suara, dramatisasi, dan emosi
dengan menghubungkan tanda-tanda di sekitarnya, dan pendekatan semantik
diberikan pada selanjutnya.
Hasil Penelitian
Penelitian ini akan
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif
untuk menjelaskan makna apa saja yang terkandung dalam objek penelitian ini,
yaitu keempat karakter utama dalam anime Demon Slayer: Kimetsu No Yaiba, dengan
menganalisis menggunakan Semiotika Roland Barthes melalui denotatif dan
konotatif. Jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan gabungan penelitian
deskriptif dan kualitatif. Jenis penelitian ini menghasilkan data apa adanya
tanpa proses manipulasi atau perlakuan lain.
Hasil penelitian ini akan
dipaparkan secara deskriptif. Dalam penelitian ini tidak meneliti setiap scene
dalam anime tersebut, melainkan hanya penampakan visual dari keempat karakter
utama melalui gambar. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan sekunder.
Kesimpulan
ketika tanda tersebut
bercampur dengan perasaan atau emosi. Meskipun makna denotasi dan konotasi ini
memiliki perbedaan, tetapi seringkali orang tidak menyadari perbedaan tersebut,
sehingga membutuhkan analisis semiotika untuk menyelidikinya.
3.
Penulis Jurnal : Arief Wicaksono, Drs. Buddy
Riyanto, M.Si, Andri Astuti Itasari, S.Sos,.M.I.Kom
Judul
Jurnal : MAKNA
ADEGAN KEKERASAN PADA ANIME VINLAND SAGA SEASON 1 (ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND
BARTHES)
Halaman
Jurnal : 1- 11
Tujuan
Anime Vinland Saga
merupakan salah satu karya animasi yang dikenal dengan penceritaan yang
kompleks dan adegan kekerasan yang dramatis. Skripsi ini bertujuan untuk
menganalisis makna adegan kekerasan yang ada dalam anime Vinland Saga
menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan teori semiotika Roland
Barthes. Objek penelitian ini adalah adegan kekerasan pada anime Vinland Saga,
dengan sumber data primer melalui laman Netflix, dan data sekunder melalui
buku, internet, serta jurnal yang relevan. Teknik pengumpulan data menggunakan
metode dokumentasi.
Metode
Jenis penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif, artinya makna dari data yang dikumpulkan ditentukan
dengan mengamati dan mendokumentasikan sebanyak mungkin aspek dari situasi yang
diteliti pada saat itu untuk mendapatkan gambaran besarnya. Penelitian ini
menafsirkan dan menggambarkan situasi saat ini (Kriyantono, 2014).
Metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan filosofi post-positivis, digunakan
untuk mempelajari kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti berperan sebagai
alat utama. Pengambilan sampel sumber data dilakukan dengan teknik yang
bertujuan dan kombinasi, serta analisis dilakukan secara induktif. Penelitian
kualitatif lebih menekankan pada signifikansi daripada generalisasi (Sugiyono,
2014).
Hasil Penelitian
Thorfinn muda tumbuh
besar dengan mendengarkan kisah-kisah para pelaut tua yang telah mengarungi
samudra dan mencapai tempat legenda, Vinland. Tempat itu dikatakan hangat dan
subur, tempat di mana tidak perlu ada pertempuran - sama sekali tidak seperti
desa beku di Islandia tempat dia dilahirkan, dan tentu saja tidak seperti
kehidupannya saat ini sebagai tentara bayaran. Perang adalah rumahnya sekarang.
Meskipun ayahnya pernah berkata kepadanya, "Kamu tidak punya musuh, tidak
ada yang punya. Tidak ada seorang pun yang tidak boleh disakiti," seiring
pertumbuhannya, Thorfinn tahu bahwa tidak ada yang lebih jauh dari kebenaran.
Pada episode satu menit
(23:40–25:08) menunjukkan salah satu budak Halfdan melarikan diri dan melarikan
diri ke desa Thorfinn. Halfdan curiga pria itu menuju ke sana dan tiba dengan
kapal panjang dengan kepala naga terpasang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian terhadap scene atau babak yang dilakukan, disimpulkan bahwa pada
film animasi "Vinland Saga Season 1" yang diproduksi oleh Wit Studio,
terdapat berbagai jenis kekerasan yang ditampilkan, seperti kekerasan fisik
atau non-verbal dalam peperangan, kekerasan fisik atau non-verbal di luar
peperangan, kekerasan lisan atau verbal dalam peperangan, kekerasan lisan atau
verbal di luar peperangan, dan kekerasan verbal dan lisan dalam peperangan.
Setelah melakukan penelitian menggunakan analisis semiotika model Roland
Barthes terhadap makna adegan kekerasan pada anime "Vinland Saga Season 1",
disimpulkan bahwa film animasi ini mengisahkan perjalanan seorang anak kecil
bernama Thorfinn yang penuh dengan tantangan, tekad, dan pencarian makna dalam
hidupnya setelah kematian ayahnya.
Awalnya, perjuangan
Thorfinn terfokus pada dendam terhadap pembunuh ayahnya, Askeladd, yang
mengarahkannya ke dunia pertempuran dan kekerasan. Namun, perjalanan dan
perjuangan Thorfinn tidak sekadar tentang balas dendam, melainkan juga tentang
perjalanan pribadi dan pertumbuhannya sebagai individu. Pesan ini tercermin
dalam adegan kekerasan yang ada dalam anime Vinland Saga.
4.
Penulis Jurnal : Natasya Maghfiratika Riznadya,
Hendro Aryanto
Judul
Jurnal : ANALISIS
KARAKTER PANGERAN BOJJI DALAM ANIME OUSAMA RANKING
Halaman
Jurnal : 1- 12
Tujuan
Animasi
semakin terkenal dari waktu ke waktu, dan Jepang adalah salah satu negara yang
terkenal dengan karya animasinya. Salah satu judul anime yang sedang populer
saat ini adalah Ousama Ranking. Salah satu karakter terkenal dalam anime
tersebut adalah Pangeran Bojji, dengan visualnya yang unik dan unsur Eropa yang
kuat menjadi ciri khasnya. Karakter memiliki peran penting dalam sebuah
animasi, karena dapat menjadi ciri khas dan membuat cerita menjadi hidup. Dalam
penelitian ini, kita akan mengkaji karakter Pangeran Bojji menggunakan
pendekatan semiotika Roland Barthes untuk memahami tanda denotasi, konotasi,
dan mitos yang terkandung dalam karakter tersebut.
Data
primer diperoleh dari anime itu sendiri, sedangkan data sekunder berasal dari
buku dan jurnal yang relevan dengan topik penelitian. Metode yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif, dengan tujuan untuk menjelaskan makna visual dari
karakter Pangeran Bojji. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
referensi bagi penelitian masa depan yang menggunakan pendekatan serupa untuk
menganalisis karakter-karakter dalam animasi. Penelitian tentang karakter
Pangeran Bojji dalam anime Ousama Ranking akan menyoroti hubungan visual
karakter tersebut dengan transisi dari era medieval ke era Renaisans.
Metode
Metode
penelitian yang digunakan dalam penyusunan artikel ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang digunakan untuk
mengkaji kondisi alamiah suatu objek, berbeda dengan eksperimen (Sugiono,
2014). Dalam metode ini, peneliti memainkan peran kunci dalam pengumpulan data
yang dilakukan secara menyeluruh. Obyek penelitian bersifat alamiah, yang
berarti penelitian dilakukan pada kondisi yang ada tanpa adanya manipulasi dari
peneliti, sehingga obyek tersebut tetap tidak berubah setelah penelitian
selesai. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, studi literatur,
dan dokumentasi.
Penelitian
ini menggunakan sumber data primer dari observasi langsung terhadap karakter
Pangeran Bojji dalam anime Ousama Ranking, yang kemudian direlevansikan dengan
fakta-fakta yang ada. Sumber data sekunder meliputi jurnal dan buku yang
relevan dengan topik penelitian. Analisis semiotika Roland Barthes digunakan
dalam penelitian ini. Metode semiotika dipilih karena diharapkan mampu
mengklarifikasi tanda-tanda visual yang ada untuk menemukan hubungan antara
tanda-tanda tersebut dengan karakter Pangeran Bojji. Barthes menekankan
pentingnya interaksi antara pengguna tanda dengan tanda lainnya untuk
menghasilkan makna. Selain meneliti denotatif dan konotatif, penelitian ini
juga melibatkan analisis terhadap hubungan secara menyeluruh dengan tanda
konotatif, yang memiliki kaitan khusus dengan mitos dan berfungsi sebagai
ekspresi serta pembenaran bagi nilai-nilai dominan pada periode tertentu.
Konsep mitos merupakan pengembangan dari teori Saussure mengenai hubungan
bahasa dengan makna melalui penanda dan petanda. Fokus penelitian ini adalah
untuk menganalisis makna tanda denotasi, konotasi, dan mitos yang terdapat pada
karakter Pangeran Bojji.
Hasil
Penelitian
Beludru
berwarna hijau telah menjadi pilihan kain yang sering dipakai dalam petualangan
Pangeran Bojji. Jubah, yang biasanya terbuat dari beludru atau bahan berbulu,
merupakan pakaian yang lazim dikenakan oleh bangsawan pada abad pertengahan dan
era medieval. Jubah telah menjadi simbol budaya yang diwariskan secara
turun-temurun sejak zaman pertengahan, menjadikannya sebuah lambang tinggi dari
kebudayaan. Rapier, sebuah jenis pedang kecil dan tajam yang digunakan untuk
menyerang, populer di Eropa antara abad ke-16 dan ke-17. Gagang rapier biasanya
dirancang dengan rumit untuk melindungi tangan yang memegangnya, dan desainnya bervariasi
di setiap negara.
Pada
masa Renaissance, ketika ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat di Eropa,
manusia mulai fokus pada perbaikan diri melalui pendidikan dan kerja keras.
Namun, dalam dunia pendekar pedang, gaya bertarung terus berkembang seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Seni bermain pedang menjadi
penting dan dihormati sebagai aspek kultural. Dalam permainan pedang, jubah
sering digunakan sebagai atribut yang tidak hanya melindungi dari luka tetapi
juga mengalihkan perhatian lawan dan menahan serangan.
Pada
paruh kedua abad ke-17, gaya berpakaian pria mengalami perubahan dramatis, dan
pedang pendek yang ringan mulai digunakan sebagai alternatif rapier yang
panjang. Atribut pakaian yang dikenakan oleh Pangeran Bojji mencerminkan gaya
tahun 1500-an atau medieval, sementara pedang rapier yang ia pakai lebih
identik dengan abad 1600-an hingga awal 1700-an, menunjukkan bahwa Pangeran
Bojji berada dalam masa transisi antara era medieval dan renaissance.
Kesimpulan
Peran
karakter dalam sebuah cerita sangatlah vital karena mereka mampu menghidupkan
suasana dan memberikan gambaran yang jelas, seperti yang dilakukan oleh
karakter Pangeran Bojji dalam anime Ousama Ranking. Dari segi visual, Pangeran
Bojji tergambar sebagai seorang bangsawan yang berasal dari masa transisi
antara era medieval dan renaissance. Karakter ini ditunjukkan sebagai sosok
yang baik hati dan sederhana, yang tercermin dari ciri-ciri wajahnya hingga
psikologi warnanya.
Sebagai
saran untuk penelitian ini, masih terdapat banyak kekurangan dan pembahasan
yang dapat dieksplorasi lebih lanjut dalam konteks anime ini. Harapannya,
penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya yang
ingin mengkaji analisis visual karakter menggunakan metode penelitian yang
serupa.
5.
Penulis Jurnal : Jaka Atmaja, Amir, Teguh Tri
Susanto, Khairul Rizal, Nuralam
Judul
Jurnal : Representasi
Hero Dalam Film Gundala: Analisis Semiotika Roland Barthes
Halaman
Jurnal : 1- 11
Tujuan
Dalam
penelitian ini, peneliti akan memusatkan perhatian pada representasi seorang
pahlawan yang tergambar dalam film Gundala, yang diwakili oleh tokoh bernama
Sancaka. Beberapa adegan dalam film akan digunakan untuk mendukung analisis
yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang relevan. Gundala dipilih
sebagai objek penelitian karena kisahnya diadaptasi dari komik era 1969,
sehingga perubahan konteks dan konten dari era tersebut hingga tahun 2019
menjadi subjek penelitian yang menarik. Pendekatan yang digunakan adalah
analisis representasi pahlawan dalam film Gundala melalui lensa Semiotika
Roland Barthes, dengan fokus pada makna tanda-tanda dalam teks film.
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan menggunakan model
semiologi Barthes untuk menganalisis data melalui dua tahap signifikasi:
denotasi, konotasi, dan mitos. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang
diambil adalah sebagai berikut: Secara denotatif, Sancaka (Gundala) digambarkan
sebagai seorang pahlawan yang memainkan peran penting dalam membantu pedagang
di pasar dan melindungi yang lemah. Secara konotatif, Sancaka (Gundala)
digambarkan sebagai sosok petarung yang kuat yang diberi kekuatan petir. Secara
mitos, sosok pahlawan ini identik dengan aksi superhero-nya, dengan karakter
sederhana namun baik serta melindungi masyarakat yang tertindas.
Metode
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini membahas tentang representasi pahlawan
dalam film Gundala, yang dianalisis melalui lensa Semiotika Roland Barthes
dengan memperhatikan makna dari tanda-tanda dalam teks film tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sesuai dengan definisi yang
diberikan oleh Kirk dan Miller (1986), yang mengacu pada pengamatan manusia
dalam bidangnya dan menggunakan latar belakang ilmiah untuk menafsirkan
fenomena yang terjadi.
Menurut
Denzin dan Lincoln, penelitian kualitatif adalah upaya untuk memahami implikasi
orang terhadap fenomena sosial dengan menggunakan metode observasi dan
interpretasi. Proses penelitian dimulai dengan pengamatan dan gejala, di mana
teori digunakan untuk membuat generalisasi abstrak melalui proses induksi.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konstruksi Realitas Sosial
oleh Berger dan Luckmann, yang mengadopsi pendekatan paradigma konstruktivisme.
Dalam
analisisnya, Barthes menggunakan konsep semiotika untuk memahami bagaimana
manusia menggunakan tanda-tanda untuk berkomunikasi dan mewakili sistem simbol
yang terstruktur. Barthes membedakan antara dua tingkat pemahaman semiotika:
denotasi dan konotasi. Denotasi adalah makna deskriptif dan literal yang
disepakati oleh semua anggota budaya, sedangkan konotasi melibatkan hubungan
antara tanda-tanda dengan keyakinan, perilaku, dan struktur sosial dalam budaya
tersebut. Semiotika, menurut Barthes, berusaha untuk memahami bagaimana
tanda-tanda digunakan dalam komunikasi dan merepresentasikan sistem simbol yang
terstruktur.
Hasil
Penelitian
Film
Gundala mengisahkan tentang Sancaka (Muzakki Ramdhan), seorang anak laki-laki
dari keluarga karyawan pabrik rendahan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Meskipun memiliki keahlian dalam memperbaiki barang-barang
elektronik, Sancaka takut dengan petir dan badai yang sering menghantui.
Ayahnya, seorang karyawan pabrik, memimpin protes untuk menuntut kenaikan gaji,
namun protes tersebut berakhir tragis ketika ayah Sancaka dikhianati dan
ditusuk dari belakang oleh sesama pekerja yang telah disuap oleh pemilik
pabrik. Sancaka sendiri disambar petir saat hujan lebat, dan kemudian hidup
keras di jalanan setelah kehilangan kedua orang tuanya.
Di
jalanan, Sancaka hampir tewas dalam serangan sekelompok anak jalanan, namun
diselamatkan oleh Awang, seorang senior di jalanan yang mengajarkan ilmu bela
diri padanya. Awang menasihati Sancaka untuk tidak mencampuri urusan orang lain
jika ingin hidup aman. Mereka berencana pergi ke arah Tenggara dengan kereta
api yang lewat sekali setahun, tetapi saat kereta itu lewat, Sancaka tidak
berhasil naik dan ditinggalkan sendirian lagi.
Kesimpulan
Film
GUNDALA merupakan sebuah produksi dari Bumilangit Studios & Screenplay
Films yang mengusung genre aksi drama, dan menggambarkan kehidupan sosial
Sancaka di sebuah pemukiman padat dan pasar. Sosok Gundala menjadi tokoh
pahlawan dalam cerita ini. Setelah melakukan studi pustaka dan analisis data
terhadap film GUNDALA, ditemukan tanda-tanda yang merepresentasikan makna sosok
pahlawan.
Berdasarkan
hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Secara denotasi, Sancaka (Gundala) digambarkan sebagai seorang pahlawan yang
memainkan peran penting dalam menolong pedagang di pasar dan melindungi yang
lemah. Penelitian menggunakan tanda-tanda sosial yang mencolok, seperti teknik
kamera, pencahayaan, dan musik, serta tanda-tanda naratif dan dialog sosok
Gundala yang mendukung citra positifnya.
2.
Secara konotasi, Sancaka (Gundala) digambarkan sebagai sosok petarung yang kuat
dengan kekuatan fisik yang diperoleh dari petir, serta memiliki pengetahuan
mekanik yang memadai. Hal ini menjadikan Gundala sebagai representasi tingkat
atas dari film-film Indonesia dengan tema superhero Hollywood.
3.
Mitos yang dibangun dalam film Gundala melibatkan perspektif tentang Sancaka
yang tergambar di tengah masyarakat sebagai seorang pahlawan dengan karakter
sederhana namun baik, yang melindungi mereka yang lemah dan tertindas.
Misalnya, kemampuannya mengalahkan 30 preman sekaligus.
6.
Penulis Jurnal : Irfan Adhitya Putra, Rocky Prasetyo
Jati
Judul
Jurnal : DI
BALIK TOPENG: MENGANALISA MAKNA DAN SEMIOTIKA DALAM FILM THE BATMAN
Halaman
Jurnal : 1- 16
Tujuan
Karakter
Batman telah menjadi ikon budaya populer di seluruh dunia. Batman memiliki
banyak penggemar dari berbagai media, termasuk komik, film, dan animasi. Dalam
artikel ilmiah ini, peneliti mengkaji film "The Batman" dengan
mendalami simbolisme dan unsur naratif yang menggambarkan perubahan makna
karakter Batman. Film ini memperlihatkan transformasi karakter Batman sebagai
dampak dari aksi villain The Riddler. Artikel ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perubahan makna tersebut dengan fokus pada beberapa adegan
kunci dalam film "The Batman" karya Matt Reeves. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif yang merujuk pada konsep semiotika Roland
Barthes. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perubahan makna
yang terjadi dalam film "The Batman".
Awalnya,
Batman digambarkan sebagai sosok yang intimidatif dan menimbulkan ketakutan di
kalangan warga kota Gotham. Namun, seiring berjalannya cerita, karakter Batman
mengalami transformasi menjadi sosok pelindung dan penyelamat bagi kota
tersebut. Simbol kelelawar yang selalu dikaitkan dengan Batman juga mengalami
perubahan makna, dari menjadi simbol ketakutan menjadi lambang harapan bagi
penduduk Gotham. Dengan demikian, film "The Batman" berhasil
menggambarkan perubahan karakter dan makna yang signifikan dalam perkembangan
ceritanya. Hal ini menunjukkan bagaimana karakter Batman tetap relevan dan
mampu menarik perhatian penggemar dari berbagai generasi.
Metode
Penelitian
kualitatif ini menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes. Pendekatan ini
merujuk pada penelitian Aly (2020) yang mengkaji nilai-nilai humanisme dalam
film Batman vs Superman: Dawn of Justice, dengan fokus pada konsep humanisme
Abraham Maslow dan Hirarki Kebutuhannya. Penelitian ini menarik karena membahas
ideologi tentang bagaimana menjadi manusia yang memiliki sifat kemanusiaan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melibatkan studi literatur dan
observasi melalui film The Batman (2022).
Data
yang digunakan bersifat kualitatif, terdiri dari kata-kata dan gambar adegan
yang berpotensi untuk mengungkap apa yang diteliti. Data tersebut kemudian
dianalisis melalui sejumlah aspek semiotika, seperti ekspresi emosional dalam
adegan, ekspresi wajah pemeran, dialog pemeran, musik latar, dan lain
sebagainya. Metode ini juga terinspirasi dari penelitian Madhona (2022) yang
menganalisis representasi emosional Joker sebagai korban kekerasan dalam film
Joker (2019) dengan menggunakan kerangka kerja Ferdinand De Saussure.
Hasil
Penelitian
Perubahan
ekspresi Batman saat ia memandang langit menunjukkan bahwa karakternya telah
mengalami perubahan yang signifikan. Ekspresi wajahnya, yang sebelumnya penuh
dengan dendam dan ketegangan saat ia berjuang melawan para penjahat, berubah
menjadi ekspresi yang penuh kesadaran akan konsekuensi dari tindakannya
terhadap kota Gotham. Wajah di balik topengnya tidak lagi mencerminkan
keangkuhan, tetapi lebih kepada rasa bersalah atas dampak yang ditimbulkan oleh
tindakannya yang tidak mempertimbangkan penderitaan warga Gotham, yang pada
dasarnya tidak jauh berbeda dengan dirinya sendiri. Ekspresi Batman juga
mencerminkan pemahamannya bahwa menggunakan ketakutan sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaan di Gotham tidak menghasilkan hal yang positif. Dengan
demikian, perubahan ini mencerminkan tekadnya untuk menggunakan kekuatannya
dengan cara yang lebih baik, menjadi harapan bagi kota Gotham.
Kesimpulan
Setelah
penelitian dilakukan terhadap film The Batman dengan menganalisis perubahan
makna dalam beberapa adegan, penonton menjadi akrab dengan citra Batman yang
menyeramkan karena mengenakan kostum hitam, muncul dari kegelapan, dan
menggunakan kekerasan untuk menolong masyarakat. Namun, pengembangan karakter
dalam film ini mengubah ideologi sang vigilante menjadi sosok yang membantu
warga Gotham dan memberikan harapan dalam melindungi kota tersebut.
Peneliti
menemukan lima adegan yang mengalami perubahan makna signifikan dari awal
hingga akhir film. Awalnya, kota Gotham digambarkan sebagai tempat yang suram
dan dilanda hujan pada malam hari, merefleksikan suasana sedih akibat tingginya
tingkat kejahatan. Namun, di akhir film, citra kota Gotham berubah menjadi
cerah saat matahari terbit, menunjukkan perubahan dari masa kesedihan menjadi
kota yang hidup dan kuat berkat peran Batman sebagai harapan bagi penduduknya.
Simbol kelelawar yang awalnya menimbulkan ketakutan pada penjahat berubah
menjadi simbol harapan dan perlindungan bagi warga kota Gotham.
Perubahan
karakter Batman sangat mencolok dalam film ini. Awalnya, ia memiliki sikap
intimidatif dan kurang empati terhadap korban. Namun, seiring berjalannya
cerita, Batman menjadi lebih dekat dengan korban dan mulai merasakan luka yang
dialami oleh warga Gotham. Perubahan ini mengubah cara Batman menjalankan
misinya, dari menimbulkan ketakutan menjadi memberikan harapan bagi kota
Gotham. Respon korban yang berubah juga menjadi bagian penting dari perubahan
makna dalam film ini. Sebelumnya, korban merasa terintimidasi oleh Batman, tetapi
akhirnya mereka merasa lebih aman dan berterima kasih kepadanya. Sikap lebih
empatik Batman menjadikannya penolong yang diandalkan oleh warga kota Gotham
dalam menjaga keamanan mereka.
Penelitian
ini hanya memfokuskan pada adegan-adegan yang mengalami perubahan makna di
dalamnya. Keterbatasan ini memberikan harapan bagi peneliti selanjutnya untuk
memeriksa struktur naratif dalam film The Batman secara lebih mendalam. Secara
keseluruhan, film The Batman berhasil menggambarkan perubahan dari kesedihan
menjadi harapan, dari ketakutan menjadi perlindungan, dan dari sikap
intimidatif menjadi lebih empati melalui adegan-adegan yang dipilih dengan
teliti dalam narasi film tersebut.
7.
Penulis Jurnal : Vinsensa Audrey Roseline Waluyo,
Asidigisianti Surya Patria
Judul
Jurnal : ANALISIS
SEMIOTIKA DESAIN KARAKTER SILVERASH PADA GAME ARKNIGHTS
Halaman
Jurnal : 1- 11
Tujuan
Arknights
merupakan sebuah game jenis Tower and Defense yang menonjolkan
karakter-karakter yang didesain berdasarkan hewan atau makhluk mitologi sebagai
daya tariknya. Salah satu karakter yang menonjol dalam game Arknights adalah
SilverAsh, yang merupakan personifikasi dari macan tutul salju. SilverAsh tidak
hanya menjadi salah satu karakter yang berpengaruh dalam pengembangan jalan
cerita Arknights, tetapi juga memiliki referensi mitologi yang terkait dengan
kebudayaan tertentu. Macan tutul salju, sebagai hewan langka yang berendemik di
Asia Tengah dan selatan, memiliki pengaruh besar dalam cerita mitologi di
masyarakatnya. Dalam teori Roland Barthes, terdapat dua tingkat analisis yang
digunakan untuk mempelajari suatu objek, yaitu tingkat pertama untuk menelaah
tanda dari objek tersebut, dan tingkat kedua untuk menggali lebih dalam makna
tanda yang telah diperoleh dari tingkat pertama. Dalam pengkajian ini, desain
karakter SilverAsh akan dianalisis dalam dua tingkat tersebut untuk mengungkap
konotasi serta mitos yang terkandung dalam desain visual karakter tersebut.
Metode
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif sebagai jenis penelitian yang disajikan dalam
bentuk analisis deskriptif dengan tahapan tinjauan desain. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi untuk mengumpulkan data
primer, dan studi literatur untuk mengumpulkan data sekunder. Dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data yang sudah ada.
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data primer yang merupakan data
terpenting dalam penelitian ini. Data primer yang digunakan berasal langsung
dari obyek penelitian, yaitu gambar aset game Arknights yang dikumpulkan baik
dari file game-nya langsung, buku indeks resmi dari pengembang Arknights
berjudul ARKKNIGHTS Official Artwoks Vol. 1, maupun melalui situs resmi mereka.
Studi literatur merupakan pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur
seperti artikel, jurnal, dan literatur lain sebagai sarana pendukung penelitian
yang akan berguna sebagai data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi
literatur dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, artikel, dan asumsi dari
komunitas pemain Arknights.
Obyek
penelitian ini adalah Enciodas Silverash, atau yang dikenal sebagai SilverAsh,
yang merupakan salah satu karakter yang dapat dimainkan pada game Arknights.
Sebagai karakter terkuat dalam game Arknights, SilverAsh menjadi populer di
kalangan pemain. SilverAsh merupakan personifikasi dari Panthera uncia, atau yang
dikenal sebagai macan tutul putih. Sasaran penelitian ini adalah unsur budaya
dan mitos pada visual desain karakter SilverAsh yang akan diteliti dengan
pendekatan semiotika teori Roland Barthes.
Proses
analisis desain melalui empat tahap, yaitu deskriptif, analisis formal,
interpretasi, dan evaluasi. Tahap deskriptif akan mendeskripsikan detail-detail
pada desain karakter SilverAsh, yang akan ditelaah lebih lanjut dalam tahap
analisis formal. Analisis formal merupakan tahapan kedua yang bertujuan untuk menelaah
unsur formal pada karya desain, seperti warna, gestur, dan prinsip lainnya.
Tahap interpretasi akan menafsirkan makna pada karya desain yang diteliti,
dalam hal ini desain karakter SilverAsh. Tahap evaluasi adalah tahap terakhir
dalam proses pengkajian desain, yang bertujuan untuk menilai karya desain yang
telah dikaji dari sudut pandang yang berbeda.
Hasil
Penelitian
Meskipun
terlihat jelas kekentalan referensi budaya yang ada di dataran Tibet,
Ryuuzakiichi sebagai Sang Desainer dari karakter SilverAsh dapat mendesain
sebuah karakter dengan atribut modern yang masih memperhatikan detail-detail
kebudayaan tradisional Tibet. Ini terlihat dari aksesori batu mulia yang
menjadi aksen dari keseluruhan pakaian yang dikenakan. Batu mulia tersebut juga
menjadi aksen visual karena terlihat kontras dibandingkan dengan warna-warna
dominan yang terdapat pada desain SilverAsh, yang didominasi oleh warna putih,
abu-abu, dan hitam. Warna-warna dominan tersebut juga mendukung latar belakang
cerita dari SilverAsh sendiri, yaitu seorang mantan laksamana perang yang
sekarang menjadi seorang CEO dari sebuah perusahaan yang bernama Karlan Trade
yang memiliki kepribadian yang tegas, maskulin, dan elegan.
Namun
tidak hanya itu saja, tetapi gaya berpakaiannya juga memperlihatkan sisi
petualangnya yang terlihat jelas dari celana kargo yang ia kenakan, kontras
dari pakaian bagian atasnya yang memperlihatkan ia menggunakan kemeja putih
lengkap dengan dasi dan rompi. Tidak hanya terlihat secara visual, namun
kepribadiannya yang tegas dan bersifat pemimpin juga terlihat pada kemampuannya
di dalam game, yaitu setiap tim yang ia pimpin mendapatkan bonus waktu untuk
menaruh operator pada arena permainan.
Kesimpulan
Desain
karakter adalah aspek terpenting pada proses pengembangan komik, animasi,
maupun permainan video. Suatu karakter fiksi yang baik merupakan karakter fiksi
yang memiliki sifat dan juga konflik yang sama layaknya dengan orang pada
umumnya. Pada media yang cenderung menggunakan visual sebagai fokus utama, maka
visual karakter yang baik inilah yang mengambil peran penting dalam proses
pertimbangan bagus tidaknya suatu karakter oleh audiens dari media tersebut.
Seorang desainer karakter dapat memaksimalkan hal ini dengan memperhatikan
aspek-aspek visual yang ada, seperti bentuk dan warna. Dengan bentuk dan warna
yang terdapat pada suatu karakter, audiens akan lebih mudah untuk membaca
karakteristik dari setiap desain karakter.
Setiap
detail visual pada suatu karakter dapat memberikan maksud tertentu yang dapat
ditangkap oleh audiens layaknya jembatan penghubung. Pada tahap ini, desainer
dapat menyelipkan kesan realitas pada desain karakter yang mereka buat dengan
memasukkan unsur mitos dan budaya yang beredar pada khalayak umum, dengan
menambahkan aspek visual serta berbagai macam hal yang merepresentasikan
kebudayaan maupun mitos tertentu.
Dengan
jurnal ini, peneliti tidak hanya bermaksud untuk meneliti lebih jauh tentang
desain karakter SilverAsh di Arknights, namun juga meneliti proses kreatif
dalam mendesain karakter yang menarik.
8.
Penulis Jurnal : Bebay Hana Balqis
Judul
Jurnal : Tinjauan
Visual Semiotika Roland Barthes Pada Karakter Scaramouche dalam Game Genshin
Impact
Halaman
Jurnal : 1- 29
Tujuan
Desain
karakter adalah representasi visual dari konsep makhluk hidup, lengkap dengan
semua atributnya seperti sifat, fisik, profesi, tempat tinggal, jalan cerita, dan
takdirnya dalam berbagai bentuk yang beragam. Dalam analisis visual ini,
Scaramouche adalah salah satu karakter dalam permainan Mobile Games Genshin
Impact, sebuah permainan online Action RPG berbasis android yang memiliki daya
tarik unik dalam karakter-karakternya. Desain karakter Scaramouche dapat
dianggap sebagai esentrik dan juga memiliki peran yang penting dalam
pengembangan jalan cerita dalam permainan ini.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana peneliti merumuskan
masalah, memilih obyek yang akan diteliti (yang dalam hal ini adalah atribut
yang terkait dengan karakter Scaramouche), melakukan penelusuran untuk
mengumpulkan data tentang obyek yang dipilih dengan menggunakan teknik
pengumpulan data Internet Searching, kemudian menganalisis makna dari obyek
yang diteliti, dan akhirnya membuat kesimpulan tentang makna yang ditemukan
pada obyek tersebut.
Metode
Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana peneliti akan
merumuskan masalah, memilih obyek yang akan diteliti (yang dalam hal ini adalah
atribut yang terkait dengan karakter Scaramouche seperti topi, pakaian, dan
elemen lainnya), melakukan penelusuran untuk mengumpulkan data tentang
obyek-obyek yang dipilih, menganalisis makna dari obyek yang diteliti, dan
terakhir membuat kesimpulan tentang makna yang ditemukan pada obyek-obyek
tersebut. Pendekatan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian suatu
obyek yang kemudian akan disajikan dalam bentuk naratif.
Hasil
Penelitian
Berdasarkan
hasil penelitian, berikut adalah usulan dan saran dari peneliti:
1.
Kepada peneliti selanjutnya, masih terdapat banyak aspek lain yang belum
terungkap tentang karakter Scaramouche. Banyak area yang dapat menjadi fokus
penelitian di masa depan, sehingga penelitian berikutnya diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang lebih baik serta menghasilkan pemahaman baru yang
lebih dalam.
2.
Kepada pembaca, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan
apresiasi terhadap proses kreatif di balik pembuatan karakter dalam Genshin Impact.
Sebuah karakter dalam game merupakan hasil kolaborasi dan kreasi dari para
pengembangnya, melibatkan berbagai aspek seperti estetika, pengetahuan sejarah,
dan pemahaman tentang dunia luar.
3.
Dengan melakukan penelitian atau penelusuran yang mendalam terhadap
elemen-elemen dalam Genshin Impact, kita semakin dapat menghargai kompleksitas
dan kerumitan dalam proses pengembangan sebuah game. Ini membutuhkan dedikasi,
kesabaran, ketelitian, dan kerja keras dari para pengembang yang telah berperan
dalam membangun dan mengembangkan game ini.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian, desain karakter secara umum menjadi salah satu indikator
penting dalam menggambarkan sebuah jalan cerita. Penelitian menunjukkan bahwa
terdapat banyak elemen dari dunia nyata yang dapat dikenali dalam desain
karakter Scaramouche. Elemen-elemen ini tercermin dalam atribut-atribut yang
dikenakannya, dengan banyak referensi yang berasal dari budaya Jepang. Dalam
Genshin Impact, negara Inazuma merupakan representasi dari Jepang. Makna yang
terkandung dalam penggambaran karakter Scaramouche adalah representasi dari
seorang pelancong atau pengembara. Meskipun secara esensial merupakan seorang
yang berkelana, Scaramouche terlihat elegan. Salah satu contohnya dapat
ditemukan dalam topi yang dikenakannya.
9.
Penulis Jurnal : Bebay Hana Balqis
Judul
Jurnal : Tinjauan
Visual Semiotika Roland Barthes Pada Karakter Scaramouche dalam Game Genshin
Impact
Halaman
Jurnal : 1- 29
Tujuan
Semakin
majunya teknologi dalam era globalisasi berdampak pada perkembangan penyebaran
informasi, yang kini disajikan dalam berbagai bentuk untuk memudahkan
komunikasi dalam masyarakat. Salah satu perkembangan yang signifikan adalah
transformasi film menjadi Anime, yang menjadi media populer untuk menyampaikan
informasi. Anime, yang merupakan istilah untuk serial kartun yang diproduksi di
Jepang, memiliki potensi besar sebagai media penyebaran informasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengungkap representasi sikap pantang menyerah dalam serial
anime Haikyuu!!, dilihat dari tiga level semiotika John Fiske: level representasi,
level realitas, dan level ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika John Fiske. Data
dikumpulkan melalui dokumentasi dan studi pustaka.
Metode
Peneliti
menggunakan metode teknik analisis korelasional dengan pendekatan kuantitatif.
Populasi yang dipilih adalah siswa SMA Negeri 12 Bandung, dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 1.023 siswa. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
Proposional Stratified Sampling, jumlah sampel yang diambil untuk penelitian
ini adalah 91 siswa. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara,
observasi, dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan mencakup
analisis deskriptif dan analisis inferensial.
Hasil
Penelitian
Level
realitas merupakan bagian pertama dari kode-kode televisi semiotika John Fiske.
Pada level realitas, penulis mengambil beberapa unsur untuk melakukan
pengukuran penelitian ini, seperti dialog, perilaku, dan lingkungan. Peneliti
akan menganalisis berbagai bentuk pantang menyerah.
Dalam
unsur dialog, serial anime ini menampilkan banyak dialog yang menunjukkan sifat
pantang menyerah dari para karakternya. Kata-kata memiliki peran penting dalam
membangun sifat pantang menyerah.
Dalam
anime ini, banyak kata-kata yang memotivasi untuk tidak menyerah digambarkan
dengan situasi yang ada. Sebagai contoh, pada satu adegan yang dianalisis pada
penelitian level realitas dialog 1, terdapat kalimat "Sekali lagi"
dan "Selanjutnya ayo berjuang lebih keras lagi". Dialog ini digunakan
ketika mengalami kegagalan. Ketika mengalami kegagalan, kita akan mencari
penyebabnya dan menentukan langkah selanjutnya. Jika memiliki sifat pantang
menyerah, kita akan belajar dari kegagalan itu, mencari cara baru, dan
mencobanya kembali.
Kesimpulan
Setelah
melakukan penelitian ini, yang didasarkan pada berbagai data pustaka, analisis
data hasil penelitian, dan analisis per-level kode televisi dari semiotika John
Fiske, tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan. Berikut adalah kesimpulan
yang dapat diambil setelah penelitian dilakukan:
1.
Pada level realitas yang direpresentasikan dalam serial anime Haikyuu!!,
kalimat-kalimat atau dialog-dialog yang muncul dapat merepresentasikan sikap
pantang menyerah. Perilaku karakter dan lingkungan yang mendukung juga berperan
dalam membentuk sikap ini. Hal ini menunjukkan bahwa segala aktivitas yang kita
lakukan dapat membawa kita menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah.
2.
Pada level representasi yang ditampilkan dalam serial anime Haikyuu!!,
penggunaan berbagai teknik pengambilan gambar seperti Close Up, Medium Close
Up, Extreme Close Up, Big Close Up, dan Group Shot memperjelas representasi
pantang menyerah dalam anime tersebut. Setiap teknik pengambilan gambar
mengandung makna dan tujuan tersendiri yang ingin disampaikan oleh pembuat
anime.
3.
Pada level ideologi, serial anime ini menyampaikan pesan moral tentang disiplin
dalam menjalankan sesuatu, memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar,
memahami bahwa pencapaian sesuatu membutuhkan proses yang tidak instan, dan
pesan moral tentang pentingnya pantang menyerah. Hal ini merupakan hasil
penelitian yang diteliti dalam penelitian ini.
10.
Penulis Jurnal : Nexen Alexandre Pinontoan
Judul
Jurnal : Representasi
Patriotisme Pada Film Soegija (Analisis Semiotika John Fiske)
Halaman
Jurnal : 1- 16
Tujuan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi representasi patriotisme dalam Film Soegija.
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana patriotisme
direpresentasikan dalam Film Soegija. Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif dengan menerapkan analisis Semiotika John Fiske. Objek penelitian
adalah Film Soegija. Data dikumpulkan melalui observasi dengan menggunakan
teknik pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari Film
Soegija itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi
patriotisme dalam Film Soegija diungkapkan melalui kode-kode realitas,
representasi, dan ideologi, yang tercermin dalam adegan percakapan, gambar
teknik, dan lokasi pengambilan gambar. Film tersebut menyoroti bahwa
patriotisme mengutamakan persatuan bangsa dan negara di atas kepentingan
individu atau golongan tertentu.
Metode
Penelitian
ini mengadopsi paradigma kritis. Peneliti memilih paradigma kritis karena ingin
mengungkap dan mengekspos secara mendalam dominasi dan ideologi yang tersirat
dalam film Soegija. Terdapat dugaan bahwa film tersebut mengandung dominasi
ideologi Patriotisme. Dengan paradigma kritis, peneliti dapat melihat serta
menggali makna yang tersembunyi dari film Soegija melalui tanda-tanda yang
disajikan dalam film tersebut.
Hasil
Penelitian
Film
ini difilmkan di Gereja Gedangan Semarang pada 7 November 2011. Selain di
Semarang, proses pengambilan gambar dilanjutkan di Yogyakarta, Pabrik Gula
Gondang Klaten, dan kawasan Ambarawa. Film ini meraih dua penghargaan, yakni
Sutradara Terbaik dan Film Terbaik, dalam Festival Film Kine Klub 2012.
Beberapa tokoh nasional Indonesia, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta,
Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal
Soedirman, dan Soeharto, juga ditampilkan dalam film ini.
Film
ini menggambarkan pengalaman Soegija melalui tokoh-tokoh nyata yang difiksikan
dari Indonesia, Jepang, dan Belanda, baik sipil maupun militer, dalam peristiwa-peristiwa
keseharian yang direkonstruksi secara detil. Meskipun bukan film biografi
tentang Uskup Indonesia pertama yang menjabat sebagai Uskup Vikariat Semarang,
film ini lebih merupakan representasi visual tentang sikap Gereja Indonesia
dalam menghadapi tantangan kemanusiaan serta perjuangan Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaannya.
Kesimpulan
Pembedahan
unsur ideologi pada film ini menggunakan analisis semiotika John Fiske.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka penelitian dengan
judul “Representasi Patriotisme Dalam Film Soegija” yang menggunakan metode
analisis secara Interpretatif dengan menggunakan teori analisis semiotika
kode-kode televisi John Fiske, maka tiap tanda dalam film “Soegija” yang
dianalisis melalui level realitas, level representasi dan ideologi. Teori
Semiotika John Fiske adalah tepat dalam menemukan unsur ideologi yang tertanam
pada film Soegija. Pada tahapan pertama yaitu level realitas, yang mendominasi
dalam film “Soegija” ini adalah kategori kostum, riasan (makeup), penampilan,
cara berbicara, gerak-gerik, suara, ekspresi seperti kode kostum pada Lantip
yang memakai kemeja putih dan celana panjang cream bertopikan pejuang yang
identik dengan pakaian berwarna cream ditambah dengan penutup kepala dimasa penjajahan
tahun 1940an. Sedangkan pada tahapan kedua yaitu Level Representasi, yang
mendominasi adalah representasi kode kamera, pencahayaan, editing, musik, dan
suara
11.
Penulis Jurnal : DYAH AYU RIZKY KUSUMA RAMADHANI
Judul
Jurnal : EMOSI
DASAR DALAM FILM (Studi Analisa Semiotika dalam Film Animasi “Inside Out”)
Halaman
Jurnal : 1- 29
Tujuan
Film
animasi Inside Out menggambarkan tentang berbagai emosi, di antaranya ada lima
karakter emosi dasar seperti Joy (senang), Sadness (sedih), Anger (marah), Fear
(takut), dan Disgust (jijik atau benci). Emosi dasar dalam film animasi tersebut
akan dimaknai dengan adanya tanda-tanda yang tersirat dalam film. Sifat film
yang imajinatif dan kreatif dapat menjadikan industri film sebagai “industri
yang dibangun dari mimpi”. Media bukan hanya sumber informasi dan hiburan,
melainkan juga dijadikan sarana komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui representasi emosi dasar dalam film animasi Inside Out. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik untuk mengungkap
makna emosi dasar dalam film. Analisis semiotik digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis semiotik Roland Barthes yang melihat makna denotasi, konotasi,
dan mitos. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya wujud makna denotasi,
konotasi, dan mitos dalam representasi emosi dasar di film Inside Out. Hasilnya
berasal dari tanda dominan dalam memotong adegan yang diambil dengan kriteria
yang ditentukan seperti fisik dan pakaian (fashion). Dalam versi karakter emosi
joy (kebahagiaan) digambarkan dengan warna kulit kuning terang dan model rambut
pendek dengan warna biru. Karakter emosi sadness (sedih) memiliki warna kulit
biru. Karakter emosi anger (marah) memiliki warna kulit merah. Karakter emosi
fear (takut) memiliki warna kulit ungu. Dan terakhir karakter emosi disgust
(jijik atau benci) memiliki warna kulit hijau.
Metode
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis
Semiotika Roland Barthes. Pendekatan kualitatif dapat membantu peneliti dalam
memahami dan menguraikan suatu fenomena yang dialami oleh subjek secara
mendalam, yakni tentang perilaku individu atau kelompok dalam konteks tertentu
secara utuh. Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi
"proses" daripada "hasil". Bogdan dan Taylor mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka.
Hasil
Penelitian
Untuk
menjelaskan bagaimana emosi dasar dipresentasikan di dalam film berdasarkan
kriteria fisik (penampilan) dan pakaian (fashion). Dari scene-scene yang
menampilkan representasi emosi dasar dalam film Inside Out tersebut akan
dianalisis menggunakan pemaknaan aspek konotasi, denotasi, dan mitos. Konotasi
mengungkapkan makna yang tersembunyi di balik tanda yang tersirat dalam sebuah
hal. Denotasi menurut Berger adalah makna khusus yang terdapat dalam sebuah
tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda.
Penelitian ini dapat dilihat dari potongan scene yang menjelaskan tentang
bagaimana emosi dasar dipresentasikan di dalam film berdasarkan kriteria yang
sudah ditentukan oleh peneliti. Lima karakter emosi dasar dalam film Inside Out
yaitu Joy (Kebahagian), Sadness (Kesedihan), Anger (Kemarahan), Disgust
(Kebencian), dan Fear (Ketakutan). Terdapat dua bagian kriteria penting yang
akan menjelaskan bagaimana emosi dasar dipresentasikan dalam film.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, terungkap bagaimana emosi dasar
direpresentasikan dalam film animasi Inside Out. Karakter emosi dasar seperti
Joy (Kebahagiaan), Sadness (Kesedihan), dan Disgust (Kebencian atau Kejijikan)
yang ada dalam film tersebut memiliki ciri fisik dan berpakaian yang
menggambarkan sosok perempuan. Sementara karakter Anger (Kemarahan) dan Fear
(Ketakutan) memiliki ciri fisik dan cara berpakaiannya yang lebih menggambarkan
sosok maskulinitas seorang laki-laki. Laki-laki yang digambarkan dalam film
Inside Out ini tampak lebih peduli akan penampilannya dan memiliki gaya
berpakaian yang modis. Saran dari penelitian ini adalah pentingnya menyadari bahwa
konsep perbedaan representasi emosi bahagia, sedih, marah, takut, dan benci
atau jijik dalam film animasi Inside Out memberikan pemaknaan yang dilihat dari
segi fisik (penampilan) dan berpakaian yang menggambarkan karakter emosi.
Dengan mempertimbangkan mitos yang hampir serupa di setiap negara, hal ini
dapat menjadi keuntungan untuk memahami segala hal dengan lebih baik.
12.
Penulis Jurnal : Dyah Elvina Margareta
Judul
Jurnal : REPRESENTASI
KARAKTER PSIKOPAT DALAM SERIAL DRAMA MOUSE (ANALISIS SEMIOTIKA JOHN FISKE)
Halaman
Jurnal : 1- 63
Tujuan
Pada
media sosial TikTok, terjadi fenomena di akhir tahun 2020 hingga awal tahun
2021 di mana pengguna melakukan self-diagnosis dan menyatakan diri sebagai
psikopat. Salah satu penyebabnya adalah kesalahpahaman masyarakat dalam
memahami psikopat sebagai seorang pembunuh kejam dan menakutkan, padahal dalam
ilmu psikologi, psikopat adalah istilah untuk kondisi psikis seseorang.
Perilaku self-diagnosis ini menjadi berbahaya ketika pelakunya meniru tindakan
dari tokoh psikopat, baik fiksi maupun nyata. Hal ini menunjukkan bahwa media yang
dikonsumsi memiliki pengaruh besar terhadap pandangan masyarakat terhadap suatu
hal, termasuk media hiburan seperti serial drama.
Metode
Metode
yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotika John Fiske.
Dalam semiotika yang dikembangkan oleh Fiske, terdapat dua fokus utama, yaitu
hubungan antara tanda dan makna, serta kombinasi tanda yang membentuk kode
(Fiske dan Hartley, 2003:22). John Fiske dikenal sebagai seorang ahli semiotika
yang mempelajari semiotika melalui media. Beliau menganalisis acara televisi
sebagai salah satu bentuk 'teks', yang tidak hanya diterima oleh penonton
tetapi juga memerlukan tindakan membaca teks tersebut agar maknanya dapat
ditafsirkan.
Hasil
Penelitian
Psikopat,
menurut Kartini Kartono, merupakan salah satu cabang ilmu dalam psikologi yang
termasuk dalam bidang psikologi abnormal, yang menginvestigasi segala bentuk
gangguan mental serta abnormalitas jiwa (Kartono, 2000:25). Menurut Singgih
Dirgagunasa, psikologi abnormal adalah bidang studi bagi psikolog yang
mempelajari kelainan atau hambatan kepribadian yang terkait dengan proses dan
isi kejiwaan. Dari kedua penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi
abnormal membahas segala hal yang terkait dengan ke-abnormalan atau kelainan
baik secara mental maupun jiwa. Meskipun belum ada kesepakatan universal
tentang definisi kelainan atau abnormalitas, hal ini tidak berarti bahwa
definisi tersebut tidak ada, namun definisi yang memuaskan mungkin sulit
dipahami (Hooley dkk, 2018:27). Dalam ranah psikologi abnormal, bidang ini mempelajari
perasaan, pola pikir, dan perilaku yang dianggap sebagai gangguan klinis, di
mana perilaku khas sering kali terkait dengan perilaku kriminal atau perilaku
menyimpang yang berpotensi berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kesimpiulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan, dipahami bahwa psikopat dan pembunuh sebenarnya merupakan
dua hal yang berbeda, meskipun seringkali masyarakat awam memandang keduanya
sebagai hal yang sama. Psikopat merujuk pada kondisi kelainan psikis atau
psikologi abnormal, sedangkan pembunuhan merujuk pada tindakan kriminal
menghilangkan nyawa seseorang. Berbeda dengan pemahaman yang umum di masyarakat
bahwa psikopat adalah individu penyendiri yang anti-sosial dan memiliki
kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, psikopat sebenarnya memiliki
kompleksitas yang lebih dalam. Oleh karena itu, untuk menyimpulkan bahwa
seseorang adalah psikopat, diperlukan diagnosis yang akurat dari ahli seperti
psikolog, dan tidak bisa hanya didasarkan pada self-diagnosis. Drama Mouse
menunjukkan bahwa psikopat bukanlah sama dengan pembunuh, begitu pula
sebaliknya. Namun, seorang psikopat bisa berkembang menjadi pembunuh jika
terdapat faktor-faktor yang memicunya.
13.
Penulis Jurnal : AULIA SAFRIANI HAKIM
Judul
Jurnal : SEMIOTIKA
DESAIN VISUAL KARAKTER FILM ANIMASI ZOOTOPIA
Halaman
Jurnal : 1- 23
Tujuan
Karakter
dalam film animasi Zootopia dipenuhi dengan berbagai desain visual yang unik,
termasuk munculnya ikon, indeks, dan simbol pada karakter tersebut. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi ikon, simbol, dan indeks yang terdapat
pada desain visual karakter dalam film animasi Zootopia. Metode penelitian ini
menerapkan pendekatan semiotika berdasarkan teori Charles Sanders Pierce untuk
mengamati tanda-tanda ikonik, simbolik, dan indeksikal pada desain visual
karakter serta beberapa adegan pendukung yang terkait. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Zootopia menggunakan metode komunikasi visual yang efektif
dalam menciptakan karakter-karakter yang kuat, dengan memperhatikan gestur
tubuh, warna, dan sifat-sifat karakter. Desain visual karakternya memiliki ciri
khas yang unik dan berkontribusi pada jalan cerita yang terkait erat, yang pada
akhirnya menghasilkan sebuah animasi yang menarik seperti Zootopia.
Metode
menjelaskan
bahwa animasi merupakan salah satu komunikasi massa, serta sebagai bahan
referensi untuk mahasiswa Desain Komunikasi Visual dalam terkait unsur kajian
animasi dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.
Hasil
Penelitian
Zootopia
menceritakan kisah tentang Judy Hopps, yang diisi suaranya oleh Ginnifer
Goodwin, seorang polisi kelinci yang berusaha memecahkan kasus bersama rubah
bernama Nick Wilde, yang diperankan oleh Jason Bateman. Selain menyampaikan
pesan yang menarik, Zootopia juga menampilkan animasi luar biasa dari Disney
yang menghidupkan karakter-karakter dalam film tersebut. Kota Zootopia
digambarkan dengan detail yang menakjubkan. Karakter-karakter yang lucu dan
menggemaskan membuat Zootopia menjadi tontonan yang menyenangkan. Selain itu,
penulisan naskahnya juga layak diapresiasi, dengan adanya plot twist yang tak
terduga yang akan menjadi spoiler jika diungkapkan. Semua kelebihan ini
disempurnakan dengan lagu "Try Everything" dari Shakira yang mudah
diingat.
Kesimpulan
Penelitian
ini berfokus pada desain visual karakter film animasi Zootopia berdasarkan
ikon, indeks, dan simbol. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan,
maka rumusan masalah adalah “Bagaimana Kajian Semiotika Desain Visual Karakter
Film Animasi Zootopia?”
14.
Penulis Jurnal : Adelya Pratisya Cristy,Irmasanthi
Danadharta, Beta Puspitaning Ayody
Judul
Jurnal : Representasi
Karakter Alpha female Pada Drama Korea (Analisis Semiotika Pada Film The World
Of The Married)
Halaman
Jurnal : 1- 8
Tujuan
Pandangan terhadap gender
dapat menyebabkan ketidaksetaraan gender, seperti patriarki terhadap laki-laki
dan perempuan. Dalam drama Korea "The World of the Married", karakter
alpha female ditampilkan melalui pemeran utama perempuan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan merujuk pada Semiotika Roland Barthes,
khususnya denotasi, konotasi, dan mitos. Hasil penelitian menunjukkan representasi
alpha female dalam drama Korea "The World of the Married" oleh
pemeran utama perempuan, yang digambarkan sebagai individu yang kuat, percaya
diri, berpengaruh, dan rasional.
Metode
Pendekatan
penelitian ini adalah analisis Semiotika dengan paradigma kritis. Semiotika
adalah teknik untuk menginterpretasikan dan menganalisis tanda serta
pembentukan tanda dalam berbagai media. Analisis ini mengeksplorasi bagaimana
makna dan tanda digunakan untuk menyampaikan pesan tentang realitas tertentu.
Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian tentang tokoh perempuan
alpha dalam drama "The World of the Married" adalah analisis
semiotika Roland Barthes, yang memeriksa tanda dan cara kerjanya. Jenis
penelitian ini adalah kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
dua teknik pengumpulan data: observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan
melalui pengamatan, di mana peneliti mempelajari perilaku dan makna di balik
perilaku tersebut. Observasi dilakukan secara non-partisipan. Setelah
pengamatan, peneliti mendokumentasikan bagian-bagian adegan yang relevan dengan
karakter alpha female dalam screenshot. Kemudian, dokumentasi tersebut
dianalisis kembali dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.
Hasil
Penelitian
Adegan
ini menunjukkan Ji Sun-woo menahan amarahnya dengan ekspresi elegan, meski
hatinya hancur ia tetap teguh pada balas dendam yang ia rencanakan setelah
bertemu suami dan kekasihnya secara langsung. Dengan makna denotatif, visual di
atas secara denotatif menggambarkan Ji Sun-woo menahan emosi dan amarahnya
setelah bertemu langsung dengan suaminya dan pelaku. Ekspresi Sun-woo tidak
menangis dan berusaha untuk tidak menunjukkan rasa sakitnya. Tanda-tanda dalam
adegan ini menunjukkan bahwa perempuan juga dapat mengambil tindakan sendiri
dan memilih secara logis seperti pria. Makna konotatif, tanda konotasi adalah
perempuan yang kuat, mandiri dan mampu menahan rasa sakit. Perempuan alfa
adalah perempuan yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tenang, tegas dan
mampu menyembunyikan rasa sakitnya, atau bisa dikatakan tidak menunjukkan
kelemahannya.
Arti
dari mitos ini adalah di Korea semakin banyak perempuan yang enggan menikah.
Dengan alasan perempuan lebih banyak mendapatkan kerugian daripada keuntungan.
Akibat penolakan terhadap budaya patriarki yang mewajibkan perempuan untuk
menjaga mertua, jumlah pernikahan di Negeri Gingseng juga menurun.
Dalam
pengertian mitos, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memutuskan bahwa perzinahan
adalah legal dan bukan kriminal. Di Korea, ada aturan bahwa jika Anda
berselingkuh, Anda bisa dipenjara hingga dua tahun, namun hukuman ini sudah
tidak berlaku lagi. Di Korea, tingkat perselingkuhan sangat tinggi. Hal ini
terjadi karena kepercayaan Khonghucu dari China dimana patriarki masih melekat
di setiap keluarga. Seorang suami atau ayah harus menunjukkan dominasi dan
kebaikan atas istrinya. Dan istri juga harus patuh dan menghormati suaminya.
Kesimpulan
Tidak
banyak perempuan yang bisa memperoleh jabatan di bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan pendidikan. Perempuan dengan pekerjaan yang sama dengan
laki-laki, tidak melulu perempuan tersebut adalah alpha female. Menjadi seorang
alpha female dalam keluarga tetaplah menjadi perempuan pada umumnya, menjadi
seorang Ibu, istri dan mengurus rumah tangga. Dalam penelitian ini, terdapat
saran untuk beberapa pihak yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini,
yaitu:
1.
Bagi pembaca, dapat membuka pengetahuan luas mengenai karakter alpha female
yang diangkat dari sebuah drama Korea, khususnya dalam drama Korea The World Of
The Married karya Joo Hyun.
2.
Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti
selanjutnya dan menambah referensi dan teori tentang representasi karakter
alpha female dalam drama Korea.
15.
Penulis Jurnal : Nandio Dhaniel Audisa, Tri Cahyo
Kusumandyoko
Judul
Jurnal : REPRESENTASI
HEROISME JEPANG PADA GUNDAM UNICORN: SEBUAH KAJIAN SEMIOTIKA
Halaman
Jurnal : 1- 13
Tujuan
Budaya
populer adalah sebuah fenomena berskala global, muncul di akhir abad 20 dan
awal abad 21, budaya populer meliputi banyak sekali hal. Media massa sangat berperan
penting dalam perkembangannya, sehingga bisa menjangkau berbagai macam lapisan
masyarakat. Jepang, adalah negara yang memiliki banyak sekali pop culture
diantaranya adalah anime, salah satu genre anime yang paling diminati yaitu
mecha. Mobile Suit Gundam Unicorn adalah sebuah animasi bertema mecha, Gundam
Unicorn sangat berkaitan dengan budaya Jepang dan kini telah menjadi sebuah
icon pop culture Jepang. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan makna
visual, sejarah dan budaya yang ada dalam Gundam Unicorn. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, pengumpulan data
dilakukan dengan observasi dan analisis serta studi literatur, untuk mendukung
teori penelitian ini.
Metode
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang menggunakan data primer dan
data sekunder sebagai pendukung. Data primer didapatkan dengan pengamatan
secara menyeluruh terhadap karakter Gundam Unicorn dalam animasinya. Dengan
menonton animasinya peneliti dapat menemukan pesan kepahlawanan, yang
terkandung dalam Gundam Unicorn dan dapat menganalisa secara visual bentuk dari
Gundam Unicorn yang terdapat mitos di dalamnya.
Hasil
Penelitian
Hal
yang mencolok dalam meta-seri Gundam adalah heroisme yang sangat terlihat
jelas, dimulai dari desain karakter Gundam yang terinspirasi dari samurai,
superioritas Jepang dalam animasinya, representasi musuh sebagai gaijin atau
orang luar Jepang, dan manipulasi peran serta kekalahan Jepang dalam Perang
Dunia Kedua. Keseluruhan animasi Gundam (termasuk Gundam pertama) berlatar di
Universal Century (U.C.), namun ada juga seri Gundam yang berlatar di luar
garis waktu Universal Century, sehingga membuat cerita di semesta Gundam lebih
bervariasi. Sementara itu, cerita Gundam dari Universal Century semakin
terkenal. Inti cerita dan premis tetap sama, terutama Gundam Unicorn dan Gundam
RX-78 yang masih berada dalam satu garis waktu yang sama.
Kesimpulan
Sebagai
pelindung bumi, Gundam Unicorn divisualisasikan dengan warna putih dan tanduk
seperti kuda unicorn, dilengkapi dengan berbagai senjata. Heroisme Gundam
Unicorn dapat dikaitkan dengan mitos samurai dan semangat kebangkitan Jepang
setelah kekalahan dalam Perang Dunia Kedua. Mitos Gundam Unicorn menggambarkan
sosok samurai yang siap melindungi tanah air dan tuannya, persis seperti yang
dilakukan Gundam Unicorn dalam melindungi bumi. Elemen seperti zirah, helm, dan
pedang adalah ciri khas yang identik dengan samurai dan Gundam Unicorn.
Heroisme
dalam Gundam Unicorn juga tercermin dalam proses pembuatannya. Pada saat itu,
setelah kekalahan Jepang dalam perang dan masa okupasi, segala bentuk ekspresi
dan informasi dilarang. Membuat animasi fiksi ilmiah menjadi salah satu cara
untuk menghindari penyensoran dan masalah tanggung jawab. Pesan kepahlawanan,
cinta tanah air, dan semangat perjuangan merupakan jalan bushido dari Mobile
Suit Gundam yang disampaikan secara konseptual maupun visual.
16.
Penulis Jurnal : Nuning Indah Pratiwi, Faizar
Yuliansyah, I Nyoman Subanda, Putu Suparna
Judul
Jurnal : ANALISIS
SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSURE PADA KARAKTER JOHNDOE DALAMFILMSE7EN
Halaman
Jurnal : 1- 8
Tujuan
Saat
ini, film menjadi salah satu produk media massa yang sangat diminati oleh
penonton, karena memiliki karakteristik unik yaitu memberikan informasi atau
pesan kepada banyak orang dalam bentuk hiburan. Film memiliki banyak kelebihan
yang menjadikannya primadona di kalangan penonton. Film berusaha
memvisualisasikan ide sehingga cerita dapat lebih menarik dibandingkan dengan
kejadian aslinya. Manusia memiliki keterbatasan ruang dan waktu untuk
mengetahui segala hal yang terjadi di dunia ini, namun lewat film, penonton bisa
memperoleh banyak pengetahuan, sejarah, dan informasi terkait banyak hal. Film
juga mampu membangkitkan emosi penonton dan menggugah ketertarikan, karena
seringkali penonton terbawa suasana dengan karakter dalam film, yang merupakan
hal dasar yang melekat pada setiap individu. Contohnya, film Se7en merupakan
salah satu film fenomenal Hollywood. Film ini menjadi topik penelitian untuk
mengkaji karakter antagonisnya, John Doe, menggunakan teori semiotika Ferdinand
De Saussure, di mana analisisnya terfokus pada Signifier (penanda) dan
signified (petanda).
Metode
Fokus
penelitian ini adalah memahami bagaimana karakter John Doe, yang diperankan
oleh Kevin Spacey dalam film Se7en, menurut analisis semiotika Ferdinand De
Saussure. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif menelaah bagaimana mendekati
persoalan secara fenomenologis, yaitu bagaimana cara mengumpulkan data dalam
bentuk kata-kata (lisan dan tulisan), ucapan, isyarat, pengalaman, dan perilaku
yang diamati. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang analisis semiotika
Ferdinand De Saussure pada karakter John Doe dalam film Se7en.
Hasil
Penelitian
Adegan
ketujuh menunjukkan bahwa John Doe adalah karakter yang psikopat. Psikopat
sering dianggap sebagai gangguan kepribadian, yang didefinisikan sebagai
kumpulan sifat interpersonal, emosional, gaya hidup, dan perilaku antisosial,
termasuk harga diri yang tinggi, egosentris, penuh tipu daya, emosi dangkal,
kurang empati dan penyesalan, tidak bertanggung jawab, impulsif, dan cenderung
melanggar norma sosial. Pada adegan ini, menceritakan bahwa akan ada 5
pembunuhan lagi dalam waktu dekat karena detektif sudah mengetahui motif dari
pembunuh melakukan aksinya yaitu tujuh dosa mematikan dan jika dikaji melalui
analisis sintagmatik kalimat “You can expect 5 more these.” Memiliki arti akan
ada 5 pembunuhan secara sadis seperti 2 pembunuhan sebelumnya, entah di mana
dan kapan.
Kesimpulan
Berdasarkan
rumusan masalah yang diajukan pada bab pertama, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Karakter John Doe dalam film Se7en dapat dipahami melalui analisis semiotika
Ferdinand De Saussure, yang melibatkan konsep Signifier-Signified (tanda),
Langue-Parole (bahasa), Sinkronik-Diakronik (waktu), Sintagmatik-Paradigmatik
(struktur). Dari analisis ini, karakter John Doe teridentifikasi sebagai sosok
yang kejam, egois (egosentris), cerdas, relijius, radikal, psikopat, dan
penyendiri. Identifikasi ini didasarkan pada observasi adegan, dialog, dan
berbagai tanda yang muncul dalam karakter John Doe, serta elemen-elemen lain
yang mendukung penelitian dalam film Se7en.
2.
Teori yang diajukan oleh Ferdinand De Saussure mengenai hubungan antara penanda
dan petanda menekankan bahwa keduanya merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Menurut Saussure, penanda merujuk pada aspek fisik seperti
bunyi-bunyian dan gambar, sementara petanda merujuk pada konsep yang
dikomunikasikan oleh penanda tersebut.
17.
Penulis Jurnal : Ida Yulaekah
Judul
Jurnal : ANALISIS
SEMIOTIK KARAKTER TOKOH DILAN PADA FILM DILAN 1990
Halaman
Jurnal : 1- 48
Tujuan
Film
merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang sangat efektif, karena dapat
menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Film Dilan 1990 mengisahkan kisah
seorang pelajar pada tahun 1990, dengan karakter Dilan sebagai tokoh utama yang
memiliki sikap yang menarik untuk dianalisis. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi representasi karakter Dilan dalam film tersebut.
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif interpretatif, yang mencoba memahami
perilaku secara holistik melalui pengamatan. Analisis penelitian ini
menggunakan semiotika Roland Barthes, yang menekankan hubungan antara penanda
dan petanda. Denotasi mengacu pada makna literal dari sebuah tanda, konotasi
merujuk pada tingkat kedua dari makna tanda tersebut, sementara mitos adalah
interpretasi tentang realitas dalam masyarakat.
Metode
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, di mana data dikumpulkan dengan menjelaskan isi data tersebut.
Peneliti bertindak sebagai inti dalam penelitian dengan mengumpulkan dan
mengintegrasikan data yang diperoleh, kemudian menganalisis makna dari data
secara menyeluruh.
Hasil
Penelitian
Film
memiliki dampak yang signifikan pada setiap individu yang menontonnya karena
mampu menjangkau masyarakat secara luas dengan cara yang efektif, sesuai dengan
predisposisi masyarakat itu sendiri. Karena alasan ini, film sering menjadi
subjek penelitian bagi para peneliti karena pengaruhnya yang nyata pada
penonton. Menurut Sobur (2020:127-128), sebuah film terdiri dari suara, gambar,
dan musik. Setiap film memiliki makna yang disampaikan melalui gambar-gambar
yang tersusun dengan rapi di dalamnya. Film dibuat dengan menggunakan
tanda-tanda yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Film menggamb Kesimpulan terhadap identifikasi Mark Grayson /
Invincible sebagai karakter utama dalam series Invincible karya Robert Kirkman,
analisis ini menyoroti bahwa karakter Mark adalah karakter yang kuat baik
secara fisik dan mental akan tetapi rasa takut menjadi penghambat utama dalam
pengembangan karakter Mark Grayson, pada saat awal-awal cerita mark adalah
pribadi yang periang akan tetapi setelah mengetahui kejadian ayahnya yang
menjadi jahat ia berubah menjadi pribadi yang pendiam dan lebih memikirkan masa
depan. Sehingga saya yakin Mark Grayson suatu saat nanti dapat melindungi bumi
dari ayahnya dan ras Viltrumites dari pembantaian yang akan terjadi.
Ketidaksempurnaan Mark yang membuatnya tidak konsisten, itulah
mengapa kita memiliki momen seperti bertanya kepada Oliver, "Pernahkah
kamu berpikir bahwa mungkin ayah kita benar?"
Keyakinan Mark yang rapuh yang menyebabkan dia percaya bahwa
Dinosaurus benar, tapi begitu dia melihat bahwa dia telah melakukan kesalahan,
dia akhirnya mulai memikirkan semuanya dan bertanggung jawab atas apa yang dia
yakini, hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan karakter.
arkan
realitas masyarakat yang disampaikan melalui media (Rahman & Pencerah,
2016). Dalam konteks bahasa, film memiliki makna yang terstruktur yang
dipengaruhi oleh bahasa film itu sendiri. Lingkungan fisik juga merupakan unsur
luar dari bahasa film yang dianalisis oleh penelitian ini. Film, meskipun
merupakan media hiburan, memiliki dampak yang luas, mampu mempengaruhi penonton
terhadap pesan yang disampaikan di dalamnya.
Kesimpulan
Menurut
Suharsimi Arikunto (2020:134), pengumpulan data merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh peneliti untuk mempermudah proses penelitiannya dengan cara melakukan
kegiatan yang mendukung keberhasilan penelitian tersebut. Intrumen, seperti
yang disebutkan oleh Ibnu Hadjar (2020:160), adalah suatu alat yang digunakan
untuk mendapatkan informasi agar penelitian dapat dilakukan secara objektif.
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengamatan pada film
Dilan 1990 dengan cara melakukan dokumentasi film untuk mengumpulkan data.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Menonton film Dilan 1990 secara berulang-ulang, terutama pada setiap adegan
yang menampilkan sikap tokoh Dilan.
2.
Menganalisis setiap adegan untuk menentukan penanda (signifier), petanda
(signified), dan mitos.
3.
Melakukan analisis data untuk menemukan makna konotasi dan denotasi pada tahap selanjutnya.
4.
Membahas hasil analisis data yang telah ditemukan dan membuat kesimpulan
sebagai hasil akhir dari penelitian.
18.
Penulis Jurnal : Maya Purnama Sari, Ika Rifa Dilla,
Meisya Ariandra Fasha, Rizki Rahman Maulana
Judul
Jurnal : REPRESENTASI
PENCARIAN MAKNA DIRI PADA FILM SOUL 2020 (STUDI ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES
SANDERS PIERCE)
Halaman
Jurnal : 1- 8
Tujuan
Penelitian
ini berjudul "Representasi Pencarian Makna Diri pada film Soul 2020"
bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tokoh Joe Gardner memperjuangkan
impian sebagai seorang musisi. Film merupakan media komunikasi massa yang mampu
menyampaikan pesan kepada penonton melalui cerita yang disampaikan. Sebagai
sebuah bentuk komunikasi massa, film memiliki kemampuan untuk menyampaikan
pesan-pesan yang tersembunyi melalui gambar-gambar yang ditampilkan. Untuk memahami
pesan yang disampaikan dalam film secara mendalam, dibutuhkan penelitian yang
dapat menganalisisnya.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan kuantitatif berdasarkan
Teori Semiotika Charles Sanders Pierce. Peneliti memilih dengan cermat setiap
adegan yang menggambarkan pencarian makna diri seseorang dalam film Soul 2020.
Analisis dilakukan terhadap makna diri yang termanifestasi melalui tanda
(sign), objek, dan interpretan yang muncul dalam film.jek, dan interpretan yang
muncul dalam film.
Metode
Peneliti
juga menggunakan metode kuantitatif, di mana pendekatan kuantitatif didasarkan
pada filsafat positivisme untuk menginvestigasi populasi atau sampel tertentu
dengan pengambilan sampel secara acak dan pengumpulan data menggunakan instrumen,
serta analisis data yang bersifat statistik (Sugiyono, 2007). Survei yang
dilakukan melalui kuesioner bertujuan untuk memahami sudut pandang setiap
individu terhadap film tersebut.
Dalam
penelitian ini, analisis semiotika dan survei digunakan untuk mengetahui
representasi makna atau pesan yang terdapat dalam suatu film. Representasi,
seperti yang dijelaskan oleh Toni & Fachrizal (2017), adalah proses merekam
gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Lebih tepatnya, representasi
dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanda-tanda (gambar, suara, dll.) untuk
memahami persepsi setiap individu terhadap film tersebut.
Hasil
Penelitian
Joe
Gardner adalah seorang guru musik di sekolah menengah yang sebenarnya memiliki
minat yang mendalam dalam jazz dan secara diam-diam menyimpan bakatnya dalam
bermain musik tersebut. Mimpinya adalah untuk bisa tampil memainkan piano
secara profesional di sebuah konser. Tinggal sendirian di sebuah apartemen di
Queens, dia mengasah keterampilannya dengan penuh dedikasi, dan setiap kali
keluar, ia selalu membicarakan tentang musik jazz.
Namun,
dalam sebuah adegan di mana Joe dan 22 melihat gambaran hidup Joe dari masa ke
masa, dapat disimpulkan bahwa kita seharusnya merenungkan perjalanan hidup kita
dari apa yang telah kita lakukan. Gambaran dalam adegan ini juga menunjukkan
bahwa segala kejadian di dunia ini telah ditakdirkan. Beberapa momen yang
digambarkan juga mencerminkan pengalaman hidup yang dijalani dengan penuh
kesungguhan, menandakan bahwa dedikasi dan profesionalisme dalam setiap
tindakan akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan totalitas dalam
pekerjaan kita.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah disampaikan oleh peneliti menggunakan teori semiotika
Charles Sanders Pierce pada bab sebelumnya mengenai representasi pencarian
makna diri dalam film "Soul", dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Film "Soul" memiliki beberapa adegan yang memiliki makna tersendiri,
yang membuatnya menjadi lebih berwarna. Selain itu, terdapat juga makna
filosofis yang terkandung di dalamnya karena film tersebut didasarkan pada
refleksi penulisnya terhadap asal-usul manusia.
2.
Dalam film tersebut, kita dapat melihat perjuangan seorang pria yang berusaha mencari
jati dirinya dan mewujudkan impiannya. Dia menunjukkan bahwa sebelum mencapai
impian, seseorang harus menghadapi rintangan dan hambatan, dan harus berusaha
sekuat tenaga serta tidak boleh menyerah untuk mencapai semua impian tersebut.
3.
Setiap roh dan jiwa individu, baik yang sudah meninggal maupun yang belum
lahir, telah ditentukan oleh Sang Pencipta. Semuanya telah ditakdirkan
berdasarkan porsi dan kapasitas masing-masing.
4.
Semua pekerjaan yang dilakukan dengan penuh dedikasi dan profesionalisme akan
menghasilkan hasil yang maksimal dan totalitas. Film ini mengisyaratkan bahwa
setiap pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan minat dan bakat individu untuk
menghasilkan karya atau pekerjaan yang luar biasa.
19.
Penulis Jurnal : Wildan Syaefullah, Meirina Lani
Anggapuspa
Judul
Jurnal : ANALISIS
VISUAL PADA KARAKTER AGENT SAGE DALAM GAME VALORANT
Halaman
Jurnal : 1- 11
Tujuan
Data
primer berupa visualisasi karakter dan data sekunder dari beberapa buku
referensi, jurnal, artikel, serta website. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis untuk menemukan makna visual yang dihubungkan dengan aspek budaya
pada agent Sage. Melalui analisis pada atribut yang dikenakan oleh Sage,
ditemukan fakta bahwa Sage memiliki penampilan seperti suku Han dengan pakaian
tradisional Hanfu dari budaya China pada abad ke-16 yang memiliki kemampuan
pengobatan atau menambahkan darah baik pada dirinya sendiri maupun tim. Sage
juga memiliki skill yang dapat membangun tembok untuk melindungi, menahan dari
serangan lawan seperti pada bangunan tembok besar China sehingga memperlihatkan
bahwa Sage adalah perempuan kuat, tangguh, dan tidak lemah
Metode
Dalam
proses analisis semiotika Roland Barthes pada visual karakter Agent Sage dalam
Game Valorant, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teori
semiotika Roland Barthes. Menurut Strauss & Corbin dalam Irwandi & M.
Fajar Apriyanto (2012:30), Penelitian kualitatif adalah penelitian tanpa
perhitungan, grafik statistik, dan angka apapun. Sedangkan menurut Sugiyono
(2015:2), peneliti sendiri yang menjadi poin penting untuk mengumpulkan
data-data yang dikupas dalam bentuk deskriptif dan fakta yang terjadi pada
lapangan.\
Hasil
Penelitian
Agent
Sage merupakan salah satu dari sepuluh agent pertama yang dirilis oleh Riot
Games serta lima agent pertama yang dapat dimainkan secara gratis dalam game
Valorant tanpa membeli ataupun menyelesaikan misi yang ada pada game tersebut.
Agent yang bernama asli Ling Ying Wei ini disampaikan oleh Riot berasal dari
negara China sebagai biksu melalui pesan visual pada agent player card, dan
dirilis pada bulan Maret 2020 beserta 10 agent lainnya. Riot juga merilis agent
Sage sebagai perempuan pertama dengan role sentinelnya.
Sage
didesain oleh Riot sebagai perempuan dengan penampilan dan paras yang cantik,
berkulit putih, memiliki tubuh tinggi serta rambut hitam yang dikuncir melambai
hingga lutut. Mengenakan pakaian tradisional khas China yang didominasi dengan
warna hitam dan putih serta kombinasi warna biru tosca pada bagian kerah dan
sabuknya. Selain memiliki paras yang cantik, karakter ini memiliki sifat baik
dan suka menolong serta memberikan rasa tenang dan rasa aman kepada teman satu
tim dengan menggunakan skill yang dimilikinya.
Sage,
merupakan seorang sentinel yang memiliki kemampuan crowd control (menahan,
membatasi) untuk menahan atau memberikan halangan kepada musuh sehingga tidak
dapat melakukan penyerangan secara langsung.
Kesimpulan
Analisis
Visual Karakter Agent Sage ini menggunakan metode analisis semiotika Roland
Barthes untuk membedah denotasi, konotasi, mitos pada visualisasi agent Sage
sebagaimana pada tampilan fisik, rambut, wajah, pakaian serta skill yang
dimiliki oleh Sage. Alur penelitian dimulai dengan mengidentifikasi penanda dan
petanda sebagai denotasi, mengidentifikasi penanda dan petanda sebagai
konotasi, mengidentifikasi signifikasi konotasi yang berhubungan dengan isi
yaitu mitos, menjelaskan pemaknaan unsur visual yang muncul dalam karakter
agent Sage Valorant dan membuat kesimpulan. Dari analisis yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan diantaranya yaitu: (a) Ditinjau dari segi atribut,
karakter Sage secara denotasi mengenakan pakaian lengan panjang berwarna
dominan putih dan hitam pada bagian dalam serta terdapat warna biru tosca pada
bagian pundak hingga kebawah. Pada bagian bawah Sage mengenakan celana panjang
hitam dan sepatu berwarna hitam yang menimbulkan konotasi bahwa pakaian
merupakan sesuatu yang dipakai pada seluruh tubuh. Mulai ujung kepala hingga
ujung kaki. Secara mitos, Sage mengambil referensi dari visual budaya China
tepatnya pada pakaian yang digunakan, yakni Pakaian Hanfu yang muncul sejak
awal Dinasti Han (206 SM–220) hingga akhir dinasti Ming pada abad ke-16 serta
serupa dengan gaya busana pegawai kerajaan di dinasti Liao.
20.
Penulis Jurnal : Arif Budi Prasetya
Judul
Jurnal : PENONJOLAN
TOKOH ANTAGONIS DALAM FILM THE DARK KNIGHT (Studi Semiotik Tokoh Joker dalam
Film The Dark Knight)
Halaman
Jurnal : 1- 8
Tujuan
Semiotika
adalah studi yang meneliti tanda-tanda dan makna yang terkandung di dalamnya.
Perkembangan ilmiah tidak hanya meneliti simbol yang terdapat dalam setiap
masyarakat, tetapi lebih menyentuh aspek pembangunan dan pola pikir budaya di
belakangnya. Penelitian ini mencoba untuk meneliti aspek semiotik yang
terkandung dalam film The Dark Knight dan diperiksa secara khusus karakter
antagonis dari karakter Joker. The Dark Knight adalah film genre dengan
tindakan dan karakter antagonis adalah Joker. Dalam studi ini, Joker dianggap
sebagai simbol yang mewakili kejahatan, dan simbol ditunjukkan melalui karakter
Joker. Dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes yang didalamnya
terdapat aspek dari denotasi dan konotasi yang akan menghasilkan mitos,
penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana karakter Joker dalam film
ini difokuskan. Hasilnya akan ditampilkan sebagai Joker penjahat melalui
perilaku kekerasan, melawan hukum dan menciptakan kekacauan di kota Gotham.
Tidak hanya itu, Joker adalah penjahat yang berbeda dari penjahat pada umumnya,
di mana ia melakukan kejahatan, bukan bertujuan untuk mencari uang tetapi hanya
untuk eksistensi sebagai penjahat sejati. Hal ini ditunjukkan melalui berbagai
adegan dalam film.
Metode
Penelitian
ini menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes, yang melibatkan
analisis denotatif dan konotatif, dengan pendekatan kualitatif. Seperti yang
diketahui, penelitian kualitatif bersifat subjektif, dan besarnya populasi atau
sampel tidaklah menjadi hal yang utama atau esensial, karena jumlahnya relatif
sedikit. Sampel dalam penelitian ini tidak diukur sebagai elemen yang penting.
Hasil
Penelitian
Dalam
film Batman The Dark Knight, Joker diperankan sebagai tokoh antagonis yang
menonjol dengan perilaku jahatnya. Perilaku tersebut termasuk:
a.
Merobek mulut korbannya dengan pisau.
b.
Meledakkan rumah sakit di Kota Gotham.
c.
Merampok sebuah bank di Kota Gotham.
d.
Membunuh beberapa orang, termasuk rekannya sesama penjahat.
e.
Menyandera Harvey Dent dan Rachel yang berujung pada kematian Rachel.
Sutradara
Chris Nolan menggambarkan karakter jahat Joker dengan sangat kuat dalam film
ini, yang merupakan sekuel dari Batman Begins. Joker digambarkan sebagai
seorang psikopat yang melakukan kejahatan hanya untuk kesenangan semata.
Dialognya yang terkenal, "Why So Serious?", menunjukkan bahwa Joker
tidak serius tentang kejahatan yang dilakukannya, dan dia menyatakan kalimat
ini beberapa kali dalam film. Ekspresi wajahnya yang tenang, tatapan mata
tajam, dan gesture tubuh yang dingin menunjukkan bahwa Joker tidak memiliki
rasa takut atau kasihan terhadap korbannya.
Karakter
antagonis Joker didukung oleh anak buahnya yang membantunya dalam melakukan
kejahatan. Batman, sebagai tokoh protagonis, menjadi musuh utama Joker, dan
keduanya telah menjadi mitos. Batman dan Joker memiliki karakter yang bertolak
belakang tetapi saling melengkapi, seperti yang tercermin dari dialog Joker
bahwa kehadiran Batman membuatnya merasa lengkap. Penampilan Joker,
kemampuannya dalam mengendalikan pikiran (terlihat ketika Joker mempengaruhi
Harvey Dent untuk menjadi penjahat), serta suaranya yang berat dan serak,
semuanya memperkuat karakternya sebagai tokoh antagonis.
Kejahatan
Joker mencapai puncaknya ketika dia meletakkan bom pada dua kapal laut yang
berisi narapidana dan warga sipil. Joker mengancam akan meledakkan kedua kapal
tersebut jika tidak ada yang bersedia meledakkan satu di antaranya.
Kesimpulan
Salah
satu kekurangan dari film ini terletak pada alur ceritanya yang agak sulit
dipahami atau sedikit rumit, sehingga menuntut penonton untuk lebih
memperhatikan. Pengetahuan tentang film sebelumnya, Batman Begins, juga
diperlukan untuk memahami alur cerita ini. Tanpa menonton film sebelumnya,
penonton mungkin akan mengalami sedikit kesulitan dalam memahami jalan
ceritanya. Selain itu, kekurangan lainnya adalah kurangnya penonjolan Joker
sebagai tokoh antagonis utama, karena Joker terlalu memfokuskan perhatiannya
pada Harvey Dent sebagai target utamanya.
Sebagai
saran, akan lebih baik jika ada kemudahan dalam mengikuti alur cerita, dan
kejahatan yang dilakukan oleh Joker bisa lebih kompleks lagi, sehingga
karakternya benar-benar terasa sebagai seorang penjahat sejati.
Kesimpulan
Kesimpulan terhadap identifikasi Mark Grayson / Invincible sebagai
karakter utama dalam series Invincible karya Robert Kirkman, analisis ini
menyoroti bahwa karakter Mark adalah karakter yang kuat baik secara fisik dan mental
akan tetapi rasa takut menjadi penghambat utama dalam pengembangan karakter
Mark Grayson, pada saat awal-awal cerita mark adalah pribadi yang periang akan
tetapi setelah mengetahui kejadian ayahnya yang menjadi jahat ia berubah
menjadi pribadi yang pendiam dan lebih memikirkan masa depan. Sehingga saya
yakin Mark Grayson suatu saat nanti dapat melindungi bumi dari ayahnya dan ras
Viltrumites dari pembantaian yang akan terjadi.
Ketidaksempurnaan Mark yang membuatnya tidak konsisten, itulah
mengapa kita memiliki momen seperti bertanya kepada Oliver, "Pernahkah
kamu berpikir bahwa mungkin ayah kita benar?"
Keyakinan Mark yang rapuh yang menyebabkan dia percaya bahwa
Dinosaurus benar, tapi begitu dia melihat bahwa dia telah melakukan kesalahan,
dia akhirnya mulai memikirkan semuanya dan bertanggung jawab atas apa yang dia
yakini, hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan karakter.
Komentar
Posting Komentar